Mohon tunggu...
M Daffa Rafiecena
M Daffa Rafiecena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Memberi inspirasi bukan sensasi

Lahir di Jakarta, traveler, culinary and movies lover, Mahasiswa Hukum, Sedang menata masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Negara (Jangan) Ikut Campur Urusan Keluarga!

28 Februari 2020   21:23 Diperbarui: 29 Februari 2020   08:39 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kontroversi RUU Ketahanan Keluarga

Saat negara sedang ketar-ketir karena dihadapkan penolakan omnibus law RUU cipta kerja, justru Senayan sempat membuat sensasional lagi terkait dengan rencana Ruu Ketahanan Keluarga dengan alasan banyaknya tingkat KDRT dan perceraian di Indonesia, padahal negara seharusnya tidak perlu ikut campur mengurus keluarga rakyatnya.

Mungkin Indonesia dengan penganut muslim terbesar didunia dengan adanya usulan lima fraksi memasukan beberapa hukum syariah terutama kafalah menjadi suatu ketentuan hukum di Indonesia.

Dampak yang ditimbulkan jika Ruu ini disahkan antara lain berkurangnya emansipasi, masalah psikologi, dan meningkatnya pasangan untuk menunda pernikahan.

Perlu diketahui negara seperti Arab Saudi dengan budaya islam yang kental, lamban laun memberi kebebasan pada rakyatnya termasuk kebebasan wanita dalam melakukan hal apapun yaitu berpergian semdiri tanpa perlu ijin atau dampingan dari wali, kebebasan dalam mengendarai , dan bioskop pun sekarang tidak perlu terpisah.

Hal tersebut bisa membuat antara masa terang atau gelap pada negara itu sendiri disebabkan dimasuknya paham-paham dari barat seperti feminisme, dan liberalisme.

Kembali pada masalah keluarga menjadi urusan negara, ternyata eh ternyata yang mengusulkan rancangan mengenai pertahanan keluarga tiga diantara lima adalah wanita. 

Secara tak langsung mau tidak mau harus keluar dari Senayan jika rancangan tersebut disahkan karena salah satu pasal berupa seorang istri wajib menjaga keutuhan rumah tangga mereka, hal tersebut bisa terbilang benar-benar munafik karena terlalu mengekang hukum yang mereka adakan.

Kelainan Seksual Dikenakan Wajib Lapor

Negara-negara liberal seperti beberapa anggota Uni Eropa atau negara bagian di Amerika menjamin hak untuk kaum LGBT seperti pernikahan dan adopsi anak untuk mengontrol populasi dalam negara mereka akibat hubungan heteroseksual.

Sebenarnya Indonesia bisa dikatakan sensitif terhadap isu LGBT, namun masih saja nekat melakukan hal yang bertentangan dengan norma agama walau tak takut terhadap diskriminasi disekitarnya.

Diskriminasi terhadap LGBT di Indonesia sudah menjadi resiko karena kita merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di Indonesia, karena islam merupakan agama yang paling keras menolak penyimpangan seksual tersebut, dan tak jarang pula banyak juga tuntutan pada pemerintah agar menetapkan hukuman berat terhadap LGBT seperti dilakukan pada negara penganut syariah islam seperti Brunei dan Arab Saudi.

Pada pasal 86-87 Ruu Ketahanan Keluarga, LGBT termasuk penyimpangan seksual yang wajib dilaporkan anggota keluarga atau melaporkan diri sendiri pada lembaga rehabilitasi.

Untuk satu ini, saya tidak mempermaslahkan tapi bagaimana seandainya diterapkan dan dunia memandang bahwa Indonesia adalah negara paling homophobic saat negara lain memeneri kebebasan tersebut?

Untuk rasa peduli jika saya berbicara tentang masalah feminisme, jangan anggap bahkan ngeles kalau saya sedang mendukung liberalisme dan menolak ajaran agama yang ada.

Diskriminasi Gender dan Kelompok Sosial

Selanjutnya terdapat poin ruu ketahanan keluarga yang membuat kita geleng-geleng kepala antara lain pasal 25 mengenai kewajiban suami dan istri, dan pasal 33 mengenai kebutuhan keluarga.

Indonesia pasti akan dipandang membatasi hak wanita apabila kewajiban suami dan istri, terlihat pada pasal 25 ayat 2 mengenai istri hanya diperbolehkan mengurusi keluarga dan menjaga keutuhan rumah tangga, menurut kita semua pasal mengurangi ruang gerak wanita dan tak sesuai semangat tujuan ibu Kartini, secara jujur bahwa pasal tersebut terlalu patriaki.

Bayangkan jika kita nonton film atau sinetron dan pemainnya cowok semua pasti merasa aneh, kalau ingin berumah tangga harus mengajukan pengunduran diri terlebih dahulu terhadap pekerjaannya, dan bagaimana kalau suami pura-pura menafkahi sehingga istri dan anak sengsara karena tak mampu mendapatkan nafkah yang layak, namun justru pada jaman disruption peran suami istri lebih fleksibel dalam mengurus nafkah dan menjaga keluarga bahkan pada single parent pun harus dituntut menanggaung hak anaknya.

Pasal 33 tak kalah sadis, karena pasal tersebut memojokan masyarakat miskin akibat diharuskan memenuhi kebutuhan yang layak terutama hunian apalagi kamar saudara laki-laki dan perempuan harus terpisah agar tak tejadi incest.

Paling sadisnya lagi jika orang tua gagal memenuhi hal tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran pidana, setelah itu bagaiman arah masa depan anak mereka nanti?

Potensi Pasal Karet

Secara teori kejujuran, bahwa RUU yang seharusnya tidak perlu ikut canpur dalam ranah privasi terbilang nekat untuk mengajukannya dan terlalu mengekang pada prinsip kafalah.

Pada RUU kontroversional seperti ini, tidak terdapat ketentuan mengenai tindakan penanggulangan masalah kdrt, bahkan kekerasan seksual tersebut.

RUU mengenai Penghapusan Kekerasan Seksual seharusnya dapat diprioritaskan, untuk menjamin hak wanita atas banyak pelecahan dan KDRT.

Sayangnya secara langsung ditunda penerbitannya hingga lima tahun kedepan karena rancangan tersebut sudah dimasukan ke dalam RUU KUHP yang dianggap melanggar HAM dan pengalihan dari tuntutan perpres KPK, dan secara tidak langsung dan tidak sadar bahwa kita menolak juga RUU PKS yang sebenarnya kita perjuangkan.

Ada hal baik juga kita bisa sedikit bernafas lega karena RUU Ketahanan Keluarga berpotensi menjadi pasal karet, dan lihat saja sebagaian besar ditolak koalisi pendukung istana di Senayan, dan fraksi yang mengajukannya sebagian besar fraksi dari koalisi oposisi.

Bukan berarti kita tidak perlu was-was, terutama pula mengenai omnibus law RUU Cipta Kerja berpotensi langsung disetujui sebagian besar koalisi fraksi pendukung istana, padahal dalam rancangan berpotensi mengurangi hak pekerja secara radikal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun