“Ayo, Nak, tak enak kalau kamu terus menghindari Aksel. Apalagi dia sudah mau menikah,” ujar sang ibu sambil membimbing Asrika ke ruang tamu.
“Hai As, apa kabar?” tanya Aksel berbasa-basi saat Asrika sudah merebahkan diri di sofa.
“Baik, alhamdulillah. Kalau kamu?” Asrika ikut berbasa-basi.
Aksel hanya tersenyum. Ia kemudian menyerahkan sebuah kotak besar berwarna cokelat.“Ini buat kamu, pasti suka.”
Asrika menerima kotak tersebut sambil bertanya-tanya apa kira-kira isi dari kotak tersebut. “Kamu yang mau menikah, kok aku yang dapat kado,” Asrika berusaha membuat lelucon untuk menutupi kegugupannya.
“Itu oleh-oleh dari aku dan Karin,” ucap Aksel masih dengan senyum.
“Karin.....”
“Calon istriku. Aku dan Karin menjelajah hampir seluruh Eropa untuk mendapatkan model sepatu boots yang unik dan cantik untuk kamu. Mudah-mudahan kamu suka oleh-oleh dari kami ini. Anw, kamu maih suka sepatu boots kan?”
Asrika hanya mengangguk sambil mengamati sepasang sepatu boots berwarna cokelat muda.
“As, untung kita berpisah sebelum aku ke Belanda. Ternyata aku memang tidak sesetia yang dibayangkan. Aku kira aku bisa menjaga hati dan akan kembali padamu usai studiku selesai. Namun ternyata aku tidak bisa. Saat bertemu Karin semuanya berbeda. Aku tidak bisa menahan pesona Karin dan ingin cepat-cepat menikahinya.”
Asrika kembali terdiam. Ia seolah tidak tahu apa yang harus diucapkan. Ada keheningan selama beberapa menit usai Aksel mengucapkan kalimat tersebut.