Mohon tunggu...
Kris Fallo
Kris Fallo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Jalan Pulang, Penerbit Gerbang Media, 2020

Menulis itu pekerjaan keabadian. Pramoedya Ananta Toer berkata:  'Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.' Lewat tulisan kita meninggalkan kisah dan cerita yang tak akan sirna.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ketika Buruh Harian di Kampung Izin Kerja, Tidak Rumit tetapi Konsekuensinya Tidak Terima Upah

5 Juni 2021   15:25 Diperbarui: 5 Juni 2021   15:30 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: regionalkompas.com

Yang namanya izin kerja itu hak setiap orang. Di dalam perusahaan besar ada regulasinya tersendiri. Setiap pekerja, memiliki hak untuk mengajukan cuti kerja sesuai dengan aturan perusahaan.

Ada yang setahun mendapat jatah cuti dua minggu, ada juga yang seminggu. Jadi setahun ia bisa mengajukan cuti kerja selama seminggu atau dua minggu, tergantung aturan perusahanan.

Seorang karyawan bisa mengatur jadwal liburan keluarga sesuai dengan jadwal cuti yang telah ditetapkan.

Berbeda dengan mereka yang bekerja sebagai buruh harian. Di kampung saya, ada yang namanya buruh harian. Mereka adalah kaum ibu--ibu.

Mereka bergabung dalam kelompok. 1 kelompok ada yang 10 orang, ada yang 15 orang bahkan ada yang 20 orang. Jenis pekerjaan bervariasi, misalnya menanam atau memanen hasil pertanian seperti, padi, jagung, kacang, dan hasil kebun lainnya.

Upah dihitung perhari dan berkisar antara Rp. 25.000,00 hingga Rp. 50.000,00, plus makan siang dan snack. Sedangkan waktu kerja itu seharian penuh, masuk pkl. 08.00 hingga pkl. 17.00 Wita. Biasanya upah langsung diterima setelah selesai bekerja.

Bagi mereka yang izin kerja, tidak rumit--rumit amat, tinggal diinformasikan kepada koordinator dan selesai, tetapi konsekwensi jelas. Biasanya yang izin atau cuti tidak mendapatkan upah.

Saya melihatnya sebagai hal yang sederhana tetapi menarik. Tidak pakai pertimbangan sana--sini. Karena itu, masing--masing anggota kelompok pasti berlomba--lomba untuk masuk kerja. Jarang ada yang izin, kecuali ia memiliki alasan mendasar untuk cuti atau izin bekerja.

Mereka yang memiliki lahan pertanian yang luas di kampung, sering memanfaatkan buruh harian untuk mengolah lahan pertaniannya. Suatu fenomena menarik dan ada nilai kebersamaan serta gotong royong.

Mungkin suatu saat, semangat ini akan hilang karena pekerjaan manusia diganti dengan teknologi, tetapi hingga saat ini, praktek kelompok buruh serabutan dengan upah harian masih tetap ada.

Atambua, 05.06.2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun