Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setahun Prabowo-Gibran: Janji, Harapan, dan Rasa yang Tertinggal di Jalan

14 Oktober 2025   20:48 Diperbarui: 16 Oktober 2025   20:28 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara fresh graduate juga kesulitan, karena hampir semua lowongan mensyaratkan “pengalaman minimal dua tahun”. Jadi, entah di mana posisi aman bagi rakyat biasa yang cuma ingin bertahan hidup dengan cara yang halal dan layak.

Pemerintah, Aturan Nyeleneh, dan Suara Rakyat yang Tak Didengar

Bukan hanya soal pekerjaan. Setahun terakhir ini, rakyat juga dibuat geleng-geleng kepala dengan sejumlah kebijakan dan pernyataan dari para petinggi negara. 

Mulai dari aturan-aturan yang berubah tanpa penjelasan yang masuk akal, hingga keputusan yang terasa lebih mengutamakan kepentingan elite daripada kepentingan rakyat.

Contoh kecil tapi nyata adalah kebijakan pajak yang makin terasa memberatkan. Setiap aktivitas ekonomi, sekecil apa pun, mulai disentuh oleh kewajiban pajak yang sering kali tak diimbangi dengan layanan publik yang membaik. 

Masyarakat mulai lelah, bukan karena tak mau taat aturan, tapi karena merasa aturan itu tak lagi berpihak pada mereka.

Rakyat butuh kepastian, bukan kejutan-kejutan baru yang membingungkan. Mereka ingin pemimpin yang mampu merasakan denyut nadi kehidupan di bawah - bukan sekadar memantau dari podium atau ruang rapat ber-AC.

Dan yang paling menyakitkan, ketika rakyat berani turun ke jalan menyuarakan keluh kesahnya, justru tak ada telinga yang mau mendengar. Demo besar yang digelar beberapa waktu lalu menjadi cermin nyata: rakyat bersuara, tapi para petinggi justru memilih diam dan menghindar.

Alih-alih turun menemui atau membuka dialog, banyak dari mereka justru pergi ke luar negeri. Kantor-kantor pemerintahan tutup rapat, seolah tak ada apa-apa.

Sementara di jalanan, rakyat dihadapkan dengan aparat yang sejatinya juga sama-sama bagian dari mereka - hanya saja dipaksa berdiri di sisi berlawanan. 

Situasi itu memunculkan luka baru: rakyat merasa ditindas oleh negaranya sendiri. Padahal yang diinginkan hanyalah didengar, bukan dilawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun