Dari literasi, saya mendapat teman baru; dari teman, saya mendapat secangkir kopi; dan dari secangkir kopi, saya belajar tentang makna berbagi.
Awal Mula Saya Jatuh Cinta pada Kopi Hitam
Kebiasaan saya minum kopi tanpa gula punya cerita sendiri. Seperti yang pernah saya tulis di artikel sebelumnya (Aroma Kopi Lampung dan Cerita yang Tak Pernah Usai), semua berawal dari seseorang yang begitu berarti dalam hidup saya: Papa Gatot Arifianto, orang tua angkat saya yang juga seorang aktivis dan jurnalis.
Beliau pernah berkata, "Kopi hitam tanpa gula itu surga kecil yang bisa kau seduh kapan saja." Awalnya saya hanya tersenyum mendengarnya, tapi kini saya benar-benar paham maksudnya.
Dulu, saat pertama mencoba kopi tanpa gula, rasanya pahit sekali. Lidah saya protes, tenggorokan pun agak kaget.
Tapi perlahan, saya mulai terbiasa. Dan anehnya, semakin lama, pahit itu justru terasa nikmat. Ada kejujuran rasa yang tak bisa ditutupi manis gula.
Dari situ saya belajar, ternyata kenikmatan sejati kadang datang tanpa perlu tambahan apa pun, cukup apa adanya.
Kopi hitam tanpa gula juga lebih bersahabat bagi tubuh. Tidak membuat lambung terasa berat, tidak memicu kembung, dan yang paling penting, memberi ketenangan.
Kini, setiap kali menyesap kopi, saya seperti sedang berbicara pelan dengan diri sendiri: tentang waktu, perjalanan, dan rasa syukur yang perlahan diseduh bersama uap panasnya.
Tentang Komeng dan Rasa yang Menggairahkan
Kopi Komeng atau lengkapnya KOpi MENGgairahkan adalah brand yang dimiliki oleh komedian Komeng, yang kini juga menjabat sebagai anggota DPD RI.