Ya, sosok dengan wajah ikonik yang sempat viral di surat suara itu. Tapi di balik kesan lucunya, kopi ini ternyata cukup serius dalam urusan rasa.
Saya tidak tahu pasti apakah kopi ini murni 100% biji kopi tanpa campuran, karena komposisinya tidak tercantum pada kemasan.
Namun sejauh pengalaman saya, kopi ini aman dan nyaman di lambung, dengan karakter robusta yang tegas.
Ada rasa khas house blend Garut yang kuat, meninggalkan sensasi hangat dan kering di ujung lidah, seperti aroma kayu panggang yang perlahan memudar.
Meski sederhana, ada semangat tersendiri di baliknya. Seolah-olah kopi ini mewarisi kepribadian sang pemilik: menghibur, membumi, dan tetap berenergi meski tanpa banyak kata.
Saya sendiri sudah hampir dua bulan ini jeda dari kopi. Ada dua alasan: pertama, saya ingin memastikan diri tidak ketergantungan - bisa begadang tanpa harus bergantung pada kafein.
Kedua, saya sedang menjaga kesehatan gigi. Tapi jujur, setiap kali mencium aroma kopi yang diseduh orang lain, ada rasa rindu yang mengintip.
Kopi, bagi saya, bukan hanya soal rasa. Ia tentang perjalanan hidup, tentang pertemuan, dan tentang momen kecil yang kadang tampak sepele tapi ternyata membekas.
Dari Papa Gatot, saya belajar bahwa kopi hitam mengajarkan kejujuran.
Dari Kang Maman, saya belajar bahwa berbagi bisa dilakukan dengan cara yang hangat, bahkan lewat secangkir kopi.
Dan dari Komeng, saya belajar bahwa tawa dan semangat bisa hadir bahkan dalam hal yang sesederhana bubuk kopi.