Hubungan asmara itu ibarat perjalanan. Kadang mulus, kadang berbatu. Dan salah satu "batu" besar yang sering muncul adalah restu dari orang tua, terutama calon mertua.
Nah, bagaimana jika restu itu tidak datang dengan senyum dan pelukan, melainkan dengan tatapan dingin dan komentar pedas? Bagaimana jika calon mertua kita menunjukkan sikap yang ketus, bahkan 'toxic'?
Pertanyaan ini sering kali menghantui banyak orang, dan wajar jika kita bingung harus bersikap seperti apa. Apakah kita harus terus berjuang, atau lebih baik mundur sebelum semuanya makin rumit?
Ketika 'Cinta' Bertemu dengan 'Realita'
Jatuh cinta itu mudah. Mengarungi samudra cinta bersama pasangan itu yang menantang. Dan tantangan terbesar sering kali bukan datang dari pasangan kita, melainkan dari orang-orang di sekelilingnya. Khususnya, orang tua.
Saat kita menjalin hubungan, kita tidak hanya menjalin hubungan dengan pasangan, tetapi juga dengan keluarganya. Dan, di sinilah sering kali muncul drama.
Kita semua pasti punya bayangan ideal tentang calon mertua. Sosok yang ramah, penyayang, dan menerima kita apa adanya. Tapi, realita kadang jauh dari ekspektasi. Ada yang sikapnya dingin, tidak peduli dengan kehadiran kita, bahkan terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya.
Ada juga yang suka mengatur, membanding-bandingkan, atau bahkan mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan. Sikap-sikap seperti ini sering kali membuat kita merasa tidak nyaman, sedih, bahkan mempertanyakan kelanjutan hubungan kita.
Tentu saja, kita tidak bisa menyamaratakan semua kasus. Ada yang memang calon mertuanya punya karakter yang sulit, tapi ada juga yang sikapnya 'toxic' karena ada alasan di baliknya. Mungkin mereka khawatir anaknya salah pilih, atau mungkin ada pengalaman buruk di masa lalu yang membuat mereka jadi lebih protektif.
Namun, apa pun alasannya, sikap yang 'toxic' tetap tidak bisa dibenarkan. Hal ini bisa berdampak negatif pada kesehatan mental kita dan juga hubungan kita dengan pasangan.
Menghadapi dengan Bijak: Berjuang atau Mundur?
Lalu, apa yang harus kita lakukan? Apakah kita harus terus berjuang untuk mendapatkan hati mereka, atau lebih baik menyerah saja? Jawabannya tidak sesederhana itu. Ini bukan tentang memilih salah satu, tetapi tentang mempertimbangkan dengan bijak.
Pilihan pertama adalah berjuang. Jika kita memutuskan untuk tetap maju, ini butuh mental yang kuat dan kesabaran ekstra. Cobalah untuk komunikasi secara terbuka dengan pasanganmu. Jelaskan apa yang kamu rasakan, dan minta dia untuk membantu mencari solusi.
Pasangan yang baik akan menjadi jembatan antara kamu dan orang tuanya. Jangan biarkan masalah ini hanya menjadi bebanmu sendiri. Lalu, tetaplah positif dan sabar. Tunjukkan niat baikmu.
Datanglah dengan senyum, berikan perhatian kecil, dan jangan pernah membalas sikap buruk dengan hal yang sama. Sikap positifmu bisa meluluhkan hati mereka, meskipun butuh waktu yang tidak sebentar. Ingat, ini adalah maraton, bukan lari sprint.
Namun, penting juga untuk menentukan batasan. Berjuang bukan berarti kita harus mengorbankan diri sendiri. Jika sikap mereka sudah sampai pada tahap yang melukai mental dan harga dirimu, kamu berhak untuk menjaga jarak. Tunjukkan bahwa kamu menghormati mereka, tetapi kamu juga menghargai dirimu sendiri.
Namun, ada kalanya menyerah adalah pilihan terbaik. Ketika sikap 'toxic' itu sudah melewati batas wajar, ketika hubunganmu dengan pasanganmu menjadi tegang karena terus-menerus berkonflik tentang orang tuanya, atau ketika kamu merasa lelah dan kehilangan dirimu sendiri, mungkin inilah saatnya untuk mundur.Â
Hubungan yang sehat seharusnya membuatmu bahagia, bukan sebaliknya. Jika kamu terus-terusan merasa sedih, cemas, atau tidak dihargai, maka mungkin kamu perlu mempertimbangkan kembali kelanjutan hubungan ini.
Keputusan untuk mundur bukan berarti kamu kalah. Ini justru menunjukkan bahwa kamu berani mencintai dirimu sendiri. Kamu menyadari bahwa kebahagiaanmu juga penting. Jangan terjebak dalam pemikiran bahwa kamu harus membahagiakan semua orang. Kebahagiaanmu adalah prioritas.
Ketika Hati Mengambil Peran
Menghadapi calon mertua yang sulit memang tidak mudah. Tapi, ini juga bisa menjadi ujian bagi hubunganmu. Apakah kamu dan pasanganmu bisa bekerja sama untuk menghadapi masalah ini? Apakah pasanganmu mendukungmu? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini bisa menjadi penentu.
Pada akhirnya, keputusan ada di tanganmu. Tidak ada jawaban yang benar atau salah. Setiap orang punya batas toleransi yang berbeda. Yang terpenting, dengarkan kata hatimu dan bicarakanlah dengan pasanganmu.
Ingat, hubungan yang sehat haruslah memberikan kebahagiaan dan kedamaian, bukan malah membuatmu stres. Jika pada akhirnya kamu harus melepaskan, percayalah bahwa ada jalan lain menuju kebahagiaan. Tidak ada salahnya memilih kebahagiaanmu sendiri. Karena sebelum kamu bisa mencintai orang lain, kamu harus mencintai dirimu sendiri terlebih dahulu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI