Fakta-fakta ini seharusnya cukup untuk membantah mitos bahwa Safar adalah bulan sial. Sebaliknya, bulan ini dipenuhi dengan momen-momen kemenangan, keberkahan, dan titik tolak penting dalam sejarah Islam.
Semua Hari Adalah Baik, Amalan Kita yang Menentukannya
Ajaran Islam memberikan sebuah pandangan yang sangat mendasar dan memberdayakan: tidak ada hari, tanggal, atau bulan yang secara inheren membawa sial. Semua waktu adalah ciptaan Allah dan pada dasarnya netral.
Sebuah hari menjadi baik atau buruk tergantung pada apa yang kita lakukan untuk mengisinya. Jika sebuah hari diisi dengan ibadah, amal saleh, menolong sesama, dan berbuat kebaikan, maka hari itu adalah hari yang penuh berkah. Sebaliknya, jika diisi dengan kemaksiatan dan perbuatan tercela, maka hari itulah yang menjadi buruk bagi kita.
Jadi, daripada khawatir berlebihan tentang Rabo Wekasan, mari kita fokus untuk menjadikan setiap hari kita, termasuk hari Rabu terakhir di bulan Safar, sebagai ladang untuk menanam kebaikan. Perbanyak zikir, sedekah, dan doa, bukan karena takut pada hari tertentu, melainkan karena cinta dan butuh kita kepada Allah SWT.
Tradisi seperti pengajian atau membuat bubur untuk dibagikan pada hari itu bisa menjadi bentuk akulturasi budaya yang positif, selama tidak melanggar syariat dan diniatkan untuk mempererat silaturahmi serta bersedekah.
Mari kita menjadi umat yang cerdas, yang menghargai tradisi tanpa meninggalkan logika dan tuntunan syariat. Pandanglah bulan Safar dengan optimisme, sebagai bulan untuk meneladani peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah Islam, dan isilah setiap harinya dengan amal terbaik kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI