Di banyak keluarga Indonesia, terutama yang tinggal di daerah atau menjalankan usaha turun-temurun, bekerja bersama saudara bukan hal asing. Ada warung yang dikelola adik-kakak, ada bisnis konveksi yang dibesarkan bersama ipar, atau kantor kecil yang dimodali orang tua dan dijalankan oleh anak-anaknya.
Dari luar, ini tampak harmonis — satu keluarga, satu tujuan. Tapi di baliknya, banyak cerita soal rasa sungkan, miskomunikasi, bahkan luka yang tak mudah disembuhkan.
Pertanyaannya: apakah hubungan darah membuat kerja sama lebih mudah, atau justru lebih rawan konflik? Yuk kita bahas!
Kelebihan: Sudah Saling Kenal, Lebih Cepat Nyambung
Salah satu keuntungan utama bekerja dengan saudara adalah adanya rasa percaya yang sudah terbentuk. Kita tidak perlu adaptasi terlalu lama karena sudah tahu gaya komunikasinya, kelemahannya, dan cara menghadapinya. Hal ini bisa menghemat waktu dalam menyamakan visi dan pola kerja.
Dalam budaya timur, terutama Indonesia, hubungan emosional sering menjadi fondasi kerja sama. Saudara dipercaya karena sudah “dikenal luar dalam”. Dalam situasi darurat, ikatan keluarga bisa menjadi penyelamat, misalnya saat ada krisis finansial atau butuh dukungan ekstra. Kepedulian dan loyalitas sering tumbuh dari darah yang sama.
Tantangan: Ketika Urusan Pribadi dan Profesional Bercampur
Namun, keakraban ini juga bisa menjadi bumerang. Dalam ruang kerja yang ideal, kritik dan evaluasi seharusnya dilakukan secara objektif. Tapi ketika yang dikritik adalah adik sendiri, atau kakak ipar, nada suara dan pilihan kata bisa disalahartikan. Teguran dianggap personal, bukan profesional.
Di sinilah mulai muncul ketegangan. Hierarki bisa menjadi bias, terutama jika ada perbedaan usia atau status dalam keluarga. Saudara yang lebih tua mungkin merasa lebih pantas memimpin, walau kompetensinya belum tentu lebih baik. Bahkan, perbedaan pendapat biasa pun bisa merembet ke konflik keluarga, memperburuk suasana rumah.
Hal yang lebih rumit lagi: jika orang tua ikut campur. Ini sering terjadi dalam bisnis keluarga. Orang tua yang berniat mendamaikan justru bisa memperkeruh, terutama jika dianggap tidak adil. Konflik kecil bisa jadi warisan dendam bertahun-tahun jika tidak dikelola dengan bijak.
Profesional dengan Orang Luar: Lebih Jelas, Tapi Tak Selalu Lebih Aman