Selingkuh itu bukan cuma soal hati yang berpindah. Di lingkungan kerja, ia bisa tumbuh dari hal-hal sederhana, seperti; tawa yang terlalu sering, obrolan larut malam soal pekerjaan, atau ngopi berdua yang awalnya hanya basa-basi. Lama-lama, jadi rahasia. Dan rahasia, seringkali adalah benih dari pengkhianatan.
Tapi mari mundur sejenak. Kita bukan mau menghakimi siapa pun di sini. Sebab kenyataannya, isu perselingkuhan di tempat kerja adalah fenomena yang tidak bisa dipandang hitam-putih. Ia tumbuh dari kompleksitas manusia, dan sering kali, dari celah-celah kesepian.
Godaan Datang Karena Ada Ruang
Banyak pasangan menikah menghabiskan lebih banyak waktu dengan rekan kerja daripada dengan pasangannya sendiri. Delapan jam, lima atau enam hari seminggu. Di situlah muncul potensi "hubungan terlarang" (perselingkuhan).
Ketika seseorang merasa tidak dihargai di rumah, tapi di kantor dipuji terus, itu bisa memunculkan ilusi: “Dia lebih mengerti aku.” Padahal, bisa jadi karena kalian belum pernah berbagi lelah setelah hari yang panjang tanpa saling menyalahkan.
Godaan seringkali datang bukan karena seseorang memang niat berkhianat, tapi karena lengah. Diri tidak dijaga. Komitmen tidak dirawat. Bahkan, kadang justru karena merasa terlalu kuat dan kebal.
Selingkuh: Luka yang Tidak Pernah Netral
Selingkuh bukan cuma mengkhianati pasangan, tapi juga mengkhianati nilai, kepercayaan, dan komitmen yang pernah diikrarkan. Di kantor, efeknya bisa lebih luas: merusak profesionalisme, mengganggu tim kerja, bahkan bisa berujung pada konflik kepentingan yang tidak sehat.
Tapi bagaimana jika sudah terlanjur? Ini bagian yang paling sunyi, sekaligus paling penting: pengampunan dan pemulihan.
Memang tidak semua pasangan bisa memaafkan, dan itu hak penuh. Tapi ketika ada niat baik dari dua belah pihak, pemulihan bukan mustahil. Salah satu kuncinya adalah keterbukaan.