Oleh: Cendekia AlazzamÂ
Di bawah jembatan yang tak pernah bertanya
aku duduk - menyimpan diam, menyulam nama
Engkau datang, bukan dengan langkah
tapi dengan aroma:
lembut, tenang, menetap,
seperti ajaran yang tak pernah selesai dibaca.
Kau ajarkan aku tentang ilmu kepiting,
tentang manusia yang saling tarik,
tentang memilih jalan sepi
agar yang remuk tak tambah retak.
Tiap kalimatmu bukan suara,
melainkan suluh.
Bukan bentakan,
melainkan pelukan sunyi.
Engkau bukan guru,
tapi jembatan:
menyambung yang terpisah,
menyembuhkan yang patah.
Kini,
aroma itu tinggal di udara,
dalam laku yang kutata
dalam diam yang kupeluk
dalam buku kecil
yang tak pernah cukup menampung semua jejakmu.
Engkau telah pergi -
tanpa gaduh,
tanpa pamit yang panjang.
Tapi kasturi itu tinggal,
menjadi kesaksian:
bahwa manusia bisa hidup
bahkan setelah tak lagi bernyawa
bila semasa hidupnya,
ia adalah cahaya.
Lampung, 17 Juni 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI