Puisi ini adalah renungan tentang arti cukup, arti keluarga, dan kekayaan yang tak bisa dihitung dengan angka.
Ketika menulis tak lagi demi pujian, tapi karena hari penghakiman sudah dekat.
Pantulan itu tidak menjawab siapa aku.
Ketika yang pergi tak benar-benar hilang. Kasturi itu tinggal, menjadi jejak cahaya dari sosok yang hidup melampaui tubuhnya
Kau menyalakan imajinasi banyak orang/menyalakan imajinasiku/tentang percakapan yang tidak akan habis dimakan bosan
Apa jadinya jika otak bukan lagi pusat logika, melainkan labirin dari distorsi waktu, psikologi celaka, dan takdir yang pemalu?
Di antara kekosongan dan cahaya, sebuah jejak tanpa bentuk mengarungi waktu yang tak terdefinisi.