Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Pernah di Sini

6 Desember 2020   22:29 Diperbarui: 6 Desember 2020   23:23 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku masih ingat saat Bram membentakku. Aku juga masih ingat saat Bram malu jalan denganku bahkan aku masih ingat ketika Bram tak mau aku ada di dekatnya."
"Kau malu?"

"Aku hina."
"Kau masih mau bertahan?"
"Aku terlalu cinta."

"Kau mau mengulangi kebodohanmu?"

Kupandangi helaian daun Palem yang batangnya sempat kutinggalkan setahun yang lalu.

"Dengar Dru, jika dia untukmu pasti akan menjadi milikmu. Tapi jika dia tidak bergerak, apa kau yakin Tuhan tidak bingung dengan doamu?"

"Tuhan maha mengetahui, kenapa harus bingung."
"Bram punyamu tidak bergerak. Percuma kau berbusa doa. Dia masih di sana."

"Tapi aku sayang padanya. Aku begitu mencintainya."
"Dia tidak Dru. Dia tidak mencintaimu dengan penuh. Kau hanya sebuah intermezzo untuk hidupnya. Kau pergi saja tak akan dia cari. Percaya padaku."

Dru menapakkan kakinya menaiki anak tangga menuju jembatan penyebrangan yang konon sukses untuk membantu hamba Tuhan yang kekurangan iman habiskan sisa umurnya.

"Aku pernah di sini. Saat aku menyadari kebodohanku. Aku pernah di sini saat aku begitu tolol masih mengharapkan kehadiranmu. Aku pernah di sini saat aku masih berharap bahwa kau adalah mahluk Tuhan yang telah mengarungi samudera lalu terbawa angin menuju rumahmu yang sesungguhnya."

Petir bersahutan, hujan tiba-tiba lebat. Gelegar suara hujan mengganggu konsentrasi Dru untuk akhiri hidupnya sore itu. Dru terpeleset, kepalanya terbentur dan darah segar menetes pelan dari keningnya.

"Untunglah perempuan ini terpeleset, tak sempat kakinya menaiki pembatas besi jembatan penyeberangan itu. Jika saja tak ada petir, mungkin dia sudah terjatuh tepat di atas aspal hitam di bawah sana."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun