Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepatu untuk Nayla

1 Juni 2020   23:49 Diperbarui: 1 Juni 2020   23:56 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by pixabay.com

Bu Is picingkan mata, mendekat makin mendekat.

"Opone toh yang keliru Pak?. Lah itu memang memang korek toh Paaaak...."

" Lah iya iki korek Buk, yang bilang iki biji salak sopo?. Iki basah lo, aku ga bisa pake, memang ibu ga pindahkan celana Bapak?.

"Pindahin. Tadi pagi. Bu Is melengos, melihat tampang Bapak begitu sudah tak  aman lama-lama diladeni."

Dibesutnya RX 125 dengan kecepatan penuh. Emosi motor dan pengemudi sama-sama sedang tersulut.

Bu Is terpana. Begini kelakuan Bapak. Kalau sedang kalut ,emosinya langsung membumbung tinggi. Apa saja jadi salah dibuatnya. Kadang Bu Is tidak mengerti, alasan untuk Bu Is bisa bertahan menghadapi Pak Sis.

Tidak sampai satu jam, suara motor Pak Sis sudah kembali terdengar, lo kok tidak lama. Biasanya Pak Sis akan habiskan waktu seharian kalau sudah bercegkrama dengan RX 125 nya.

Gawat, teh tubruk belum Bu Is siapkan, pisang goreng masih di wajan.

"Nay...Naylaaaaa. Ayok cepat bantu Ibu!"

Tak ada suara.

Ah, Nayla persis kaya Bapaknya. Kalau sudah marah, ngamuk-ngamuk lalu mengurung diri dan kalau sudah begini Bu Is merasa tinggal sendirian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun