Mohon tunggu...
Christina Budi Probowati
Christina Budi Probowati Mohon Tunggu... Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis.

Hidup adalah kesempurnaan rasa syukur pada hari ini, karena esok akan menjadi hari ini....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Hari Ini Aku Menjadi Hujan

16 Oktober 2025   17:50 Diperbarui: 17 Oktober 2025   16:03 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Hujan Gerimis Pagi Hari (Dokumentasi Pribadi)

Hari ini aku menjadi hujan yang menyulam rindu lewat tetesan kata
Yang dijanjikan angin kepada ibuku pada suatu waktu di masa lampau
Yang jika hatinya gundah, aku akan selalu datang kepadanya
Melintasi langit demi langit, dengan membawa pesan dari Surga
Dalam rupa hujan gerimis, tipis-tipis, dan halus
Untuk menghibur dan menggodanya dengan senda gurau
Sampai pagi tak lagi resah oleh pekatnya warna gelap tanpa cahaya
Seiring dengan merekahnya sang fajar yang ingin menunjukkan pesonanya
Dengan menghamparkan spektrum warna pelangi saat sinarnya menembus diriku
Yang datang dalam rupa hujan gerimis, tipis-tipis, dan halus

Sejatinya aku adalah hujan dari musim yang sama
Meskipun senantiasa membawa cerita yang selalu berbeda untuk ibuku
Yang dalam wujud rinai hujan itu, aku berbisik lembut melalui suara di hatinya
Nikmati saja momen indah hari ini, Ibu...
Bukankah kau merindukan kedatanganku pada musim kemarau basah ini?
Hari ini, aku telah datang padamu dengan cerita tentang musim yang selalu berganti
Yang di dalamnya kusisipkan pesan dari angin surga
Kepada debu yang telah basah oleh air mata dan menyatu dengan tanah
Agar ia kembali tersenyum dan tak berlarut-larut dengan masa yang telah lalu
Seperti hatimu yang seringkali terseret ke masa yang sangat jauh di belakang
Saat-saat melepas kepergianku tujuh belas tahun silam, karena sakit yang tak terobati

Segeralah kembali ke masa kini, Ibu...
Karena semakin jauh mengenang masa lalu tanpa kesadaran
Semakin jauhlah manusia dari penciptanya...
Relakanlah kenangan itu melayang-layang di dalam dunianya
Dan terbang setinggi-tingginya menuju takdirnya
Biarkanlah masa lalu tetap berada di tempatnya
Tak masalah bila sesekali menghadirkannya ke masa sekarang
Untuk mengambil banyak pelajaran berharga, agar hidup semakin bermakna
Bukannya malah terseret ke masa yang telah lewat jauh itu
Membuat luka kembali menganga dan tanpa sadar mengundang lagi rasa perihnya

Aku masih menjadi hujan...
Saat kulihat ibuku membuka jendela kamarnya yang menghadap hutan berkabut
Ia seperti membiarkan udara segar memasuki ruang hatinya yang sedang gelisah
Sembari menghidu harumnya pretikor, yang menguar pelan dari bawah jendela kamarnya
Seolah merasakan kehadiranku yang diam-diam datang bersama halimun
Seiring dengan suara burung-burung yang mulai menggericau menyambut pagi
Yang mengabarkan bahwa langit akan cerah meski hujan gerimis turun tipis-tipis dan halus
Membuat senyum manis ibuku kembali terkembang seperti cahaya menembus kabut tebal
Tepat saat hatinya tergerak untuk melepaskan kemelut rasa yang telah lama mengusiknya
Satu per satu hingga tak bersisa, seperti meneguk kopi pahitnya sampai habis

Hari ini aku menjadi hujan yang menyulam rindu lewat tetesan kata
Yang dijanjikan angin kepada ibuku pada suatu waktu di masa lampau
Yang jika hatinya gundah, aku akan selalu datang kepadanya
Melintasi langit demi langit, dengan membawa pesan dari Surga
Dalam rupa hujan gerimis, tipis-tipis, dan halus...
Bersama-sama merasakan kehadiran Sang Pencipta dengan penuh kesadaran
Di antara suara burung yang menggericau dalam hutan berkabut
Di antara spektrum warna pelangi indah yang terhampar pada langit biru
Oh, Ibu... andai kau tahu dan menyadarinya...
Sejatinya aku datang bukan saja karena ketetapan Tuhan...
Atau janji angin kepadamu...
Tetapi karena aku mau, selalu ada untukmu...

Bandungan, 16 Oktober 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun