Mohon tunggu...
Christina Budi Probowati
Christina Budi Probowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis di waktu senggang.

Hidup adalah kesempurnaan rasa syukur pada hari ini, karena esok akan menjadi hari ini....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cita Rasa dari Secangkir Kopi Luwak Liar

13 Desember 2020   20:48 Diperbarui: 14 Desember 2020   04:11 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Matahari pagi terus mendaki langit ketika sepasang kaki saya berjalan mengikuti nasihat dari dalam hati, perlahan-lahan menyusuri jalan setapak menyibak dinginnya tirai kabut sutra Gunung Ungaran yang menyuguhkan indahnya nuansa perpaduan antara alam dan makhluk hidup yang menghuninya, dengan harapan dapat menangkap semua rasa dari setiap pijakan pada tanah suci para leluhur.

Gunung Ungaran berada di desa Candi, kecamatan Bandungan, kabupaten Semarang ini merupakan gunung berapi bertipe stratovolcano (berbentuk kerucut). Di kaki gunung  ini, terdapat sumber air panas yang mengindikasikan adanya aktivitas panas bumi di bawah tanahnya, dan Candi Gedong Songo yang memiliki unsur spiritual, daya cipta tinggi dan estetika yang luhur pun berada di lereng gunung ini, di tengah hutan tropis dengan beragam flora dan fauna yang membentuk lanskap alam begitu indah, disempurnakan dengan keberadaan kawah belerang di antara jajaran candi.

Hamparan hijau dari perkebunan kopi yang berada di area kawasan percandian Gedong Songo pun turut mengisi keajaiban alam di tanah suci para leluhur tatkala sinar cahaya matahari yang cantik pagi itu  menyisakan siluet yang indah di sudut sebuah sanggar kopi yang terletak di area masuk Candi Gedong Songo.

Langit mulai terang, namun sinar mentari masih tak sanggup menghangatkan dinginnya udara pegunungan. Secangkir kopi di sanggar kopi Pak Slamet yang berada di area tersebut rupanya menjadi pilihan yang tepat untuk membantu menyempurnakan perjalanan saya menyibak tirai kabut sutra Gunung Ungaran, selain untuk menghangatkan badan saya menuju suhu tubuh normal.

Kopi memang bukanlah sekedar minuman, ia telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Rasanya setiap rumah pun memiliki persediaan kopi, apakah untuk diminum sendiri atau disajikan untuk tamu, apakah itu kopi yang diolah secara tradisional sendiri atau kopi kemasan yang didapatkan dari toko atau swalayan.

Tak dapat dipungkiri bahwa di dalam secangkir kopi memang terdapat pahit manisnya kisah irama hidup antara alam, petani kopi, produsen, pelaku pemasaran dan juga penikmatnya. Proses yang panjang pengolahan kopi hingga menjadi minuman yang tersaji di atas meja pun juga memiliki kisah tersendiri.

Kopi luwak liar alam Gunung Ungaran di sanggar kopi Pak Slamet menjadi pilihan pertama saya untuk menikmati segarnya udara pegunungan. Aroma khas dari kopi luwak liar yang menguar pun langsung menggoda saya untuk segera menikmatinya dengan gula aren yang disajikan terpisah. Namun, saya tak mau gegabah begitu saja untuk menikmatinya. 

Perlahan saya pun menghirup aromanya yang khas seraya duduk lesehan di gazebo dari kayu yang senada dengan warna alam, seolah menyerap energi positif dari seluruh keindahan pesona alam Gunung Ungaran dari kepulan asapnya. Imajinasi saya pun kemudian membawa saya seperti menyaksikan sebuah tarian alam nan indah dari gerakan asap tipisnya yang membubung, meliuk lembut ke atas, diterpa dinginnya semilir angin pegunungan.

Sebenarnya, saya sudah menikmati kopi luwak liar alam Gunung Ungaran dari kebun kopi Pak Slamet sejak delapan tahun yang lalu dengan disangrai dan ditumbuk secara tradisonal, sebelum Pak Slamet membuka sanggar kopi beberapa tahun belakangan ini. Saya memang merasa sangat beruntung, karena setiap musim panen kopi tiba, Pak Slamet selalu membagikan kopi luwaknya untuk keluarga saya dan memberikan kesempatan kami mencicipinya.

Dan perjalanan saya yang mencoba mengungkap misteri di balik cita rasa yang menakjubkan dari secangkir kopi luwak liar ini pun terjadi pada pagi yang dingin di bawah sinar cahaya mentari tahun 2017 ketika sanggar kopi Pak Slamet baru saja dibuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun