Dari situ lahirlah teknologi plant molecular farming, yakni cara menanam obat-obatan dalam daun. Produksinya lebih murah, cepat, dan efisien dibanding sistem berbasis hewan atau sel manusia.
Perusahaan Medicago di Kanada menjadi contoh paling terkenal. Dengan dukungan investasi dari Philip Morris International, mereka mengembangkan vaksin COVID-19 berbasis tembakau.Â
Secara ilmiah, proyek ini sukses besar: tembakau berhasil menjadi media pembawa antigen dengan efektivitas tinggi. Namun, secara politik, WHO menolak memberi izin darurat hanya karena perusahaan itu memiliki afiliasi dengan industri tembakau. Alasan moral mengalahkan capaian ilmiah.
Kasus Medicago menunjukkan paradoks paling telanjang dari perang tembakau global. Di satu sisi, WHO mendorong riset inovatif untuk menghadapi pandemi; di sisi lain, menolak inovasi hanya karena berasal dari tanaman yang "salah."Â
Tapi, di luar sorotan publik, perusahaan lain yang menggunakan teknologi serupa, seperti Icon Genetics di Jerman dan Kentucky BioProcessing di AS, terus melanjutkan risetnya dengan tenang, tanpa beban moral.
Artinya, bukan teknologi yang jadi masalah, melainkan siapa yang memegang kontrolnya. Industri farmasi global memahami betul potensi tembakau sebagai mesin biologis masa depan.Â
Dan, untuk mengamankan kepemilikan itu, mereka membutuhkan ruang publik yang membenci tembakau. Semakin besar kebencian, semakin mudah monopoli pengetahuan terbentuk.
Dalam dunia kapitalisme sains, nilai ekonomi selalu dimulai dari narasi. Dan, narasi anti-tembakau telah memberi ruang sempurna bagi farmasi global untuk mengubah daun yang sama menjadi paten yang tak ternilai.
Jejak Kolonialisme Baru dalam Riset dan Regulasi
Kolonialisme klasik menjarah tanah dan tenaga; kolonialisme baru menjarah gen, data, dan pengetahuan. Dalam konteks tembakau, proses ini berlangsung lewat mekanisme yang tampak sahih: regulasi, riset, dan hak kekayaan intelektual.
Melalui perjanjian seperti FCTC, negara produsen dibatasi ruang geraknya: tidak boleh mengiklankan, tidak boleh mensponsori, bahkan dalam beberapa kasus, dilarang mendanai riset yang berhubungan dengan tembakau.Â