Mohon tunggu...
Christanto Panglaksana
Christanto Panglaksana Mohon Tunggu... Penulis

Warga pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mereka Berebut, Kita Dibodohi: Gerakan Anti-Tembakau, Alat Kolonialisme Baru

7 Oktober 2025   13:51 Diperbarui: 7 Oktober 2025   13:51 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani tembakau (Sumber: Kompas.com/Pexels/Setengah Lima Sore)

Gerakan Anti-Tembakau dan Konstruksi Moralistik Global

Gerakan anti-tembakau global bukan hanya proyek kesehatan publik, tetapi juga proyek moralistik dan politik pengetahuan. Melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang disponsori WHO, negara-negara didorong untuk menekan produksi, menaikkan cukai, dan membatasi konsumsi. 

Narasinya tampak sederhana: menyelamatkan manusia dari penyakit. Tapi, jika ditelisik lebih dalam, ia juga berfungsi menghapus legitimasi sosial dan ekonomi tanaman tembakau di negara produsen.

Konstruksi moral ini bekerja secara halus. Membentuk persepsi bahwa tembakau, dan dengan demikian para petani dan pekerja yang hidup darinya, adalah "kotor", tidak beradab, dan harus ditinggalkan. 

Dalam banyak kasus, kampanye anti-tembakau dibiayai oleh lembaga filantropi raksasa yang juga memiliki investasi besar di sektor farmasi, bioteknologi, atau produk nikotin alternatif yang dipatenkan. Dengan cara itu, moralitas dijadikan topeng bagi kepentingan ekonomi baru.

Bandingkan perlakuan terhadap industri makanan ultra-proses, gula, atau alkohol, yang juga menimbulkan risiko kesehatan tinggi namun tidak mengalami demonisasi setara. 

Mengapa hanya tembakau yang digempur habis-habisan? Jawabannya sederhana: karena nilai tambah dari tembakau diam-diam hendak direbut dan bahkan dijarah. Untuk merebutnya, langkah pertama adalah menghancurkan citra lamanya di mata publik.

Gerakan anti-tembakau beroperasi melalui bahasa kesehatan, tapi efeknya politis. Memutus mata rantai ekonomi rakyat dan menyiapkan panggung bagi aktor-aktor baru untuk masuk: korporasi bioteknologi, perusahaan nikotin farmasi, dan investor yang melihat tembakau bukan sebagai tanaman "berbahaya", melainkan "berharga".

Ketika moralitas digunakan sebagai alat delegitimasi, yang lahir bukan dunia yang lebih sehat, melainkan pasar baru yang lebih terkonsentrasi. Inilah wajah kolonialisme baru yang bersembunyi di balik jargon penyelamatan kesehatan global.

Industri Farmasi dan Perebutan Bioteknologi Tembakau

Pada 1990-an, sejumlah laboratorium di Amerika, Kanada, dan Jerman mulai menggunakan tembakau sebagai sistem ekspresi genetik untuk memproduksi protein terapeutik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun