Akibatnya, rokok terjebak dalam posisi ambigu: di satu sisi dianggap penyelamat fiskal, bahkan penyumbang terbesar untuk program jaring pengaman kesehatan, tapi di sisi lain diperlakukan sebagai musuh kesehatan.Â
Ambiguitas ini justru merugikan masyarakat bawah, yang menanggung beban fiskal sekaligus stigma sosial. Sementara itu, negara tidak berani menyentuh produk lain yang juga berbahaya tapi dilindungi oleh kekuatan kapital global.
Tak pelak, rokok menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan publik bisa timpang. Dijadikan kambing hitam kesehatan, tetapi tetap diperas demi pemasukan negara. Rokok bukan sekadar produk, melainkan medan tarik-menarik antara kepentingan fiskal, tekanan global, dan politik domestik.Â
Ketidakadilan struktural kedua pun tampak jelas: diskriminasi terhadap bahaya tertentu, sembari menutup mata terhadap bahaya lain.
Ketimpangan Narasi Kesehatan
Bila membandingkan narasi kesehatan yang berkembang, terlihat jelas bahwa rokok dan kopi sachet diperlakukan dengan standar berbeda. Rokok diposisikan sebagai simbol penyakit, sementara kopi sachet hanya dianggap minuman ringan biasa.Â
Padahal, dari perspektif medis, keduanya sama-sama mengandung risiko. Rokok memang mengandung nikotin dan zat adiktif, tetapi kopi sachet dengan kadar gula tinggi juga merupakan penyumbang signifikan epidemi diabetes dan obesitas di Indonesia.
Lembaga internasional seperti WHO, lembaga donor, dan jaringan NGO antirokok bekerja sangat intensif untuk membentuk narasi tentang bahaya rokok. Buku, iklan layanan masyarakat, hingga peringatan di bungkus rokok semuanya diarahkan untuk memperkuat stigma.Â
Sebaliknya, hampir tidak ada kampanye besar tentang bahaya gula tambahan atau minuman manis dalam kemasan. Hal ini membuat masyarakat lebih takut pada rokok dibandingkan gula, padahal data kesehatan menunjukkan keduanya sama-sama menimbulkan penyakit kronis.
Ketimpangan narasi ini juga dipelihara oleh media. Rokok hampir selalu diberitakan dalam konteks negatif: kerugian kesehatan, biaya BPJS, hingga beban ekonomi akibat penyakit. Sementara kopi sachet dipromosikan dalam iklan prime time televisi dengan pesan kebahagiaan dan persahabatan.Â
Praktis media ikut melanggengkan standar ganda dengan menormalisasi bahaya gula dan menstigmatisasi bahaya nikotin.