Mohon tunggu...
Christanto Panglaksana
Christanto Panglaksana Mohon Tunggu... Penulis

Warga pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Uji Nyali Sumitronomics: Berdaulat atau Jatuh dalam Pelukan Neoliberalisme

24 September 2025   15:14 Diperbarui: 24 September 2025   15:27 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumitro Djojohadikusumo, cikal bakal gagasan Sumitronomics. Juga ayahanda dari Presiden Prabowo Subianto. (Kompas.com/Kementerian Keuangan RI)

Oleh sebab itu, menghindari kamuflase menjadi tugas utama. Sumitronomics harus membuktikan secara nyata bahwa rakyat luas, bukan hanya elite, yang menikmati hasil dari program-program ekonomi nasional. 

Jika tidak, Sumitronomics akan runtuh menjadi sekadar simbolisme, sementara struktur neoliberalisme tetap kokoh berdiri di balik topeng nasionalisme.

Belajar dari Jokowinomics: Nasionalisme Semu dalam Pelukan Oligarki

Dalam menganalisis prospek Sumitronomics, tidak bisa diabaikan pelajaran dari Jokowinomics yang mendominasi lanskap ekonomi-politik Indonesia selama satu dekade terakhir. 

Jokowinomics pada awalnya dipromosikan sebagai paradigma pembangunan yang menekankan hilirisasi, pembangunan infrastruktur besar-besaran, dan kemandirian ekonomi. 

Namun, dalam praktiknya, ia lebih sering dipuji bukan karena kedaulatan, melainkan karena kemampuannya mengakomodasi logika neoliberalisme sambil tetap menjaga wajah populis di dalam negeri. 

Hal ini menciptakan kesan seolah-olah Indonesia sedang melakukan perlawanan terhadap pasar global, padahal sesungguhnya memperdalam integrasi ke dalamnya.

Proyek-proyek infrastruktur raksasa yang dijalankan di bawah Jokowinomics banyak mengandalkan pembiayaan utang, baik dari institusi global maupun negara mitra seperti Tiongkok. 

Ketergantungan pada utang dan investasi asing menandakan bahwa kedaulatan ekonomi yang dijanjikan masih bergantung pada modal luar negeri. 

Dengan demikian, retorika kemandirian ternyata bertransformasi menjadi ketergantungan baru yang justru mengunci Indonesia dalam pola neoliberalisme global.

Selain itu, hilirisasi sumber daya alam yang menjadi ikon Jokowinomics memang memberikan nilai tambah di dalam negeri, tetapi struktur kepemilikannya tetap berpihak pada oligarki besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun