Mohon tunggu...
Christanto Panglaksana
Christanto Panglaksana Mohon Tunggu... Penulis

Warga pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Stimulus 8+4, Jalan Terjal Visi Pro-Rakyat Pemerintahan Prabowo

13 September 2025   12:04 Diperbarui: 13 September 2025   23:08 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat konferensi pers di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (12/9/2025).(KOMPAS.com/ISNA RIFKA SRI RAHAYU) 

Masalah penerimaan pajak bukan sekadar soal target, melainkan juga soal keadilan. Selama ini, beban perpajakan justru lebih banyak ditanggung kelompok UMKM dan masyarakat kelas menengah bawah. 

Sementara itu, korporasi besar masih leluasa melakukan penghindaran pajak melalui berbagai skema transfer pricing. Ketimpangan ini menjadikan ruang fiskal yang terbatas semakin terasa tidak adil.

Selain itu, beban pembayaran bunga dan cicilan utang makin menekan ruang gerak fiskal. Meskipun rasio utang terhadap PDB dijaga di bawah 40%, nominal pembayaran bunga tetap sangat besar. 

Angka itu bukan sekadar statistik, melainkan beban nyata yang mengurangi kemampuan negara membiayai program sosial. Dengan kondisi demikian, stimulus pro-rakyat berisiko menjadi "janji tanpa isi" bila tidak diikuti reformasi perpajakan.

Persoalan daya serap anggaran juga tidak kalah penting. Banyak program gagal bukan karena kurang dana, melainkan karena birokrasi lamban, koordinasi antar-instansi lemah, dan regulasi terlalu rumit. 

Sering kali, pemerintah terjebak pada dilema: mempercepat belanja dengan risiko korupsi, atau menahan belanja demi akuntabilitas tapi kehilangan momentum. Stimulus "8+4" hanya bisa efektif bila birokrasi menemukan keseimbangan baru antara kecepatan dan integritas.

Ketidakpastian global memperberat situasi. Fluktuasi harga komoditas, gejolak geopolitik, hingga perlambatan ekonomi dunia menekan penerimaan negara dari ekspor dan pajak.

Dengan sumber daya terbatas, kebutuhan belanja meningkat, terutama untuk jaring pengaman sosial. Ini menempatkan kebijakan fiskal dalam posisi rapuh: terhimpit antara kebutuhan domestik dan realitas eksternal.

Keterbatasan ruang fiskal memperlihatkan bahwa keberanian politik harus diikuti kecermatan teknis. Niat baik tanpa perhitungan yang matang bisa berujung pada krisis kredibilitas. 

Oleh karena itu, stimulus "8+4" sekaligus menjadi ujian apakah pemerintah mampu menata ulang sumber penerimaan, memperbaiki kepatuhan pajak, dan mengurangi kebocoran. Tanpa langkah itu, stimulus hanya akan menjadi retorika tanpa daya tahan.

Masalah utama bukan sekadar pada ada atau tidaknya program pro-rakyat, tetapi bagaimana keberlanjutannya dijaga. Ruang fiskal yang sempit mengingatkan bahwa setiap rupiah harus dialokasikan dengan cermat. Dalam situasi demikian, stimulus "8+4" akan lebih menentukan sebagai indikator kemampuan pemerintah menavigasi keterbatasan, bukan sekadar simbol niat baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun