Aku hanya tertawa saja,"bukannya lebih enak kawin dulu, punya anak, baru sekolah?" kataku sekenanya.
"Halah, kawin, kawin. Enaknya cuma sebentar doang, yang ianya banyak repotnya. Udah bener itu sekolah dulu. Soalnya dua tahun pertama jadi Residen itu berat sekali, ntar tahun ketiga baru dipikirin kawinnya."
Aku kaget mendengar jawaban mama. Ini ibu zaman now. Kalau ibu zaman old, anak sudah selesai sekolah dan sudah kerja, langsung disuruh cepat-cepat kawin supaya bisa ngasi cucu.
Kebetulan mamaku ini seorang dokter umum. Dulu mama bercita-cita menjadi seorang dokter Obgyn, tapi tidak kesampaian.
Menikah, punya tiga anak, tidak disupport kedua keluarga, plus papa masih baru meniti karir di pekerjaannya membuat mama kemudian melupakan impiannya.
Biaya sekolah spesialis sangat mahal, plus dokter yang sekolah tidak bisa bekerja, yang tentunya tidak ada pendapatan. Tanpa disupport keluarga, mustahil bisa menjadi dokter spesialis. Kecuali dokter tadi punya warisan atau tabungan jumbo...
Mama lalu memilih menjadi dokter Puskesmas dan kami tinggal di rumah dinas dokter. Papa awalnya tidak mau karena malu kepada keluarganya, tapi mama ngotot karena tinggal di rumah dinas itu gratis. Jadi mereka tidak perlu keluar duit untuk sewa rumah.
Pagi mama bekerja di puskesmas, sore hingga malam praktik di klinik. Kata papa, seluruh biaya hidup kami ditanggung oleh mama. Mama bahkan masih bisa menyicil dua unit ruko untuk kliniknya. Sedangkan seluruh gaji dan bonus papa ditabung untuk modal usaha kelak.
Lima tahun bekerja papa kemudian resign dan memulai bisnis baru. Setahun kemudian kami pindah dari rumah dinas dokter ke rumah yang baru. Mama juga kemudian resign dari puskesmas. Aku masih SD ketika itu. "Mobil lu keren banget, lu anak orang kaya ya?" kata tetangga baruku...
Tommy sedari awal kuliah dan bekerja di Amerika. Papa kemudian menyuruhku untuk menyusul Tommy, tapi aku tak mau. Tommy anak baik, sangat mandiri dan ulet. Nasibnya selalu saja bagus. Tahun lalu Tommy ditempatkan perusahaannya di Singapura. Aku tahu, sama seperti papa, Tommy juga mencari "jam terbang" dengan bekerja sebagai pegawai di perusahaan tempatnya bekerja. Pada akhirnya ia akan memulai bisnisnya kelak.
Tommy telah menikah dan mempunyai sepasang anak kembar. Isterinya cantik, sangat baik dan ramah. Ia memang lelaki beruntung. Jadi memang tidak ada alasan bagi Tommy untuk bekerja di perusahaan keluarga saat ini. Apalagi karirnya sedang bagus-bagusnya.
Sekalipun Tommy sibuk, setidaknya lima sampai enam kali dalam setahun ia pulang dan menginap di rumah bersama keluarganya. Tommy memang beruntung, ia sudah berhasil sementara aku, Jomblo, prihatin dan kere. Hiks!