Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sendiri Tanpa Sepi

3 April 2020   18:42 Diperbarui: 3 April 2020   19:10 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tembok China, sumber : https://blog.antavaya.com/

Widya duduk termenung seorang diri dikursi pantry. Pikirannya melayang entah kemana.

Sambil meneguk kopi panasnya dia menghela nafas panjang. Ia merasakan kesepian yang sangat-sangat dalam. Tanpa terasa air matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya tanpa terkendali.

Widya seorang janda lima puluh tiga tahun. Suaminya meninggal tiga tahun yang lalu karena kecelakaan lalu lintas. Widya mempunyai tiga orang anak yang semuanya telah menikah, satu putra dan dua putri. Mereka semuanya tinggal di luar kota.

Widya, seorang wanita yang mandiri. Berkemauan keras, galak dan sulit berkompromi dengan orang lain termasuk dengan anak-anaknya sendiri. Mungkin hanya almarhum suaminya yang mau memahami sikapnya dan jarang memprotesnya. Dulu almarhum suaminya itu bekerja disebuah pabrik elektronika sedangkan ia sendiri membuka usaha toko pakaian.

Enam bulan terakhir ini Widya mulai menderita depresi. Sesuatu hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Widya "wanita-besi" mana mungkin bisa depresi!

Kalau ada persoalan, pasti akan dilabraknya tanpa basa-basi, sekalipun dengan suaminya sendiri, Bahkan kalau mau "duel"pun ia tidak akan ragu. Preman di komplek pertokoan pun segan berurusan dengannya.


Pernikahan anak-anak dan lesunya bisnis beberapa tahun terakhir ini, sedikit menyurutkan "nyalinya." Namun kehilangan suami merupakan pukulan paling telak bagi Widya.

Ia kehilangan "orang bodoh" yang selalu membela dan menyayanginya dalam keadaan apa pun jua. Widya kini baru menyadari kasih sayang suaminya itu selama ini.

Preman-preman itu sebenarnya tidak pernah takut kepadanya, tetapi segan kepada suaminya yang selalu baik kepada mereka itu.

Anak-anak masih menghormatinya, itu juga karena peran suaminya. Bisnis selama ini berjalan lancar juga berkat relasi suaminya, terutama pelanggan dari luar kota.

Widya baru tersadar, kalau selama ini penjualan toko lebih banyak karena order dari luar kota, dan kini orderan itu raib tak berbekas semenjak suaminya berpulang.

Widya kini menyesal karena selama ini kurang memberi perhatian kepada suaminya.

Ia masih ingat betul keinginan "terakhir suaminya." Ketika itu suaminya mengajaknya liburan berdua ke "Negeri leluhur", tetapi ia malah marah-marah dan mengatakan pemborosan!

Mereka pun akhirnya pergi ke Bandung mengunjungi anaknya, padahal suaminya pengen melihat Tembok China! 

Apalagi suaminya memang belum pernah kemana-mana. Suaminya itu bahkan belum pernah punya paspor! Kini air-matanya bercucuran lagi mengingat kebaikan "lelaki-bodoh" itu.

Widya benar-benar merasa kesepian, tak berdaya dan tidak mempunyai siapa-siapa. Ia ternyata sebatang kara dan tak ada seorangpun yang bersedia menemani dan menghiburnya. Seketika Widya membenci suaminya! "lelaki-bodoh" itulah yang membuat ia merasa tidak perlu orang lain, karena "lelaki-bodoh" itu selalu ada untuk mengurus semuanya!

Widya kemudian meraih hape-nya. Ia ingin berbicara dengan anaknya. Tetapi ia kemudian mengurungkannya. Ia mau "ngomong" apa? Ia tak lazim ngobrol dengan anaknya, kecuali ketika ingin memarahi mereka!

Biasanya kalau nelfon anak-anak, isinya cuma perintah. "lu harus gini..lu harus gitu.. lu kagak boleh gini..lu kagak boleh gitu.."

Ia baru nyadar, kalau orang menerima telfon darinya, pasti sudah stres duluan!

Widya kini menangis lagi, "Gue harus apa ya.." katanya kesal! Mau nelfon seseorang, ia tidak punya teman! Yang sering ditelfonnya cuma toko, gudang atau tagihan barang!

Widya kini semakin kesal, tapi ia harus ngobrol dengan seseorang untuk menghilangkannya!

Widya akhirnya menelfon "Informasi satu kosong delapan," PLN, Samsat, rumah-sakit, mall dan hotel-hotel!

Setelah ngobrol lebih dari dua jam, Widya kemudian merasa puas! Seumur hidupnya baru kali ini ia ngobrol ditelfon lebih dari setengah jam! Ia kini lega. Besok-besok kalau lagi bete ia akan menelfon mereka-mereka itu. Ia kini punya banyak daftar kantor apa saja yang mau ditelfon untuk mendapat banyak informasi sekalian kalau mungkin bisa berteman dengan mereka itu .

Kini Widya punya "mainan" dan teman baru! Ia pun kini punya Whatsapp, Line, Twitter dan facebook. Keseharianya kini disibukkan dengan bersosmed ria.

Widya juga  baru tahu kalau suaminya punya banyak teman di fb dan WAG. Kalau dulu ia suka gemes melihat orang pegang gadget, kini ia malah keranjingan bahkan suka juga bermain game!

***

Sudah empat bulan ini Widya sibuk bermain di dunia maya. Ia pun mengalami banyak perubahan di dalam hidupnya. Teman-teman barunya itu usianya pun hanya setengah, bahkan seperempat usianya sendiri dan mereka itu sangat menyenangkan.

Kalau dulu Widya hanya mau didengar, sekarang ia justru lebih banyak mendengar dan menasehati. Mereka itu pun terkagum-kagum kepadanya. Buset, ia tertawa cekikikan!

"Sosmed" itu mengajarinya banyak hal, Love is giving and then happiness will follow it...

Semua orang butuh perhatian, dan ketika kita memberikannya, yang memberi dan yang menerima akan sama-sama happy. Luar biasa! Melakukan satu hal, tetapi mendapat dua hasil yang menyenangkan!

Suara hape tiba-tiba berdering, ternyata dr. Stephen Tandiono. Stephen adalah dokter jiwa dan teman baik Widya. 

Rupanya Stephen mengkhawatirkan kondisi Widya yang sudah empat bulan ini tidak datang ke tempat praktiknya.

Widya lalu menceritakan semua yang dialaminya selama beberapa bulan terakhir ini. Ia juga mengatakan kalau ia tidak pernah lagi mengkonsumsi obat penenang yang diberikan Stephen.

Stephen kaget akan perubahan yang terjadi pada Widya. Ia pun setiap hari bertelefon atau mengunjungi Widya untuk memantau perkembangan dirinya.

Pada suatu pagi, Stephen datang berkunjung. Mereka kemudian ngopi di dapur sambil ngobrol ringan. Tiba-tiba Stephen menangis tersedu. Rupanya ia mengalami depresi berat!

Tekanan hidup dan pekerjaan rupanya terlalu membebaninya. Pagi hari Stephen sudah harus berada di rumah sakit, untuk kemudian praktik sampai tengah malam!

Dan pasiennya pun kini semakin banyak teman sejawat! Menangani dokter yang depresi jauh lebih rumit daripada pasien yang paling gila sekalipun! Itu karena mereka ini sebenarnya tahu penyebab, bahkan solusinya.

Mereka ini hanya susah untuk "mengimplementasikannya" karena terjebak dengan stigma yang mereka buat sendiri. Sebenarnya mereka itu sama juga seperti dia, sama-sama menderita depresi!

Bahkan dulu ada seorang seniornya yang dokter jiwa, suka datang ke praktik malam-malam setelah ianya selesai praktik, hanya untuk menumpang merokok saja!

Widya terperangah! Dunia ini ternyata tidak sesederhana kelihatannya. Manusia "setengah dewa" ini pun ternyata hanya seorang manusia biasa yang menderita juga dalam kesepiannya.

Widya segera memeluknya, dan membiarkannya menangis.  Entah sudah berapa puluh tahun si "bujang-lapuk" ini tidak menumpahkan isi hatinya kepada seseorang.

Widya kemudian menawarkan fb, Twitter, IG dan Line kepada Stephen.

***

Sebentar lagi Imlek akan tiba. Imlek kali ini agak berbeda bagi Widya karena anak-anak tidak pulang! Ricky merayakan Imlek ditempat mertuanya, Sarah juga begitu. Michel lagi hamil tua, jadi repot kalau bepergian.

Mungkin kalau setahun yang lalu kondisinya begini, ia akan marah-marah dan memaki mereka ini sebagai anak durhaka! Tetapi tidak apa-apa, ia mengerti dan bisa memaklumi kondisi anak-anaknya itu.

Widya baru saja menghabiskan latte-nya dan beranjak hendak meninggalkan cafe itu. Ini adalah untuk pertama kalinya bagi Widya bisa ngopi di cafe dengan nyaman seorang diri .

Sebelumnya dua malam minggu ia bersama Stephen bertandang juga ke cafe ini.

Sebuah notifikasi mebuyarkan lamunan Widya. Ia segera meraih hape. Ada sebuah notifikasi dari baby boy. Widya mendelik, siapa baby boy?

Ia segera melihat "PP orang itu," ternyata Stephen! Oalah.. Si "bujang lapuk" itu rupanya sudah punya fb, Instagram dan Twitter.

"Bujang lapuk" itu kemudian menulis di statusnya, "Jakarta dilanda hujan, hati-hati di jalan. Yang di hati kapan lagi kita jalan-jalan..." Widya tergelak membacanya.

Stephen kemudian mengajak Widya untuk merayakan Imlek di Tembok China. Kali ini Widya pasti tidak akan menolaknya...

Reinhard Hutabarat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun