Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menjaga Moralitas Publik

20 Februari 2019   23:27 Diperbarui: 20 Februari 2019   23:40 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tetapi karena sudah masuk dalam ruang publik, dan menjadi moralitas publik, Pak Jokowi sebagai Pemimpin bangsa dan negara NKRI harus memberikan pendidikan dan moralitas hukum. Bahwa siapapun orangnya, jika memfitnah akan menghadapi proses hukum. Untuk memberikan efek jera dan menghormati norma-norma masyarakat.

Presiden Jokowi yang pemaaf memang suatu hal positif, tetapi beliau harus juga menyatakan proses hukum tetap berjalan.

Ada preseden buruk yang dikhawatirkan terjadi. Dengan mudahnya mendapatkan maaf tanpa dibarengi proses hukum, maka begitu mudahnya juga orang untuk menebarkan fitnah. Jika ketahuan atau terbukti fitnah, ya cukup minta maaf. Disini iah mulai goyah dan hancurnya moralitas publik.

Melalui UU ITE, Kapolri atas nama kepentingan hukum walaupu tidak ada pengaduan dari sang korban fitnah, tentu dapat melakukan tindakan hukum dengan memanggil dan jika perlu menahan sang penyebar  fitnah untuk dapat diuraikan benang merah yang terkait dengan motivasi, latar belakang kepentingan, atau adanya kemungkinan konspirasi dengan pihak-pihak yang menginginkan masa kampanye menjadi tidak kondusif, dan bisa menjadi instrumen untuk saling menjelek-jelekan antar pihak sebagai lahan subur kampanye hitam.

Menjaga moralitas publik saat ini adalah sesuatu yang perlu dilakukan, karena kita  melihat dan membaca di berbagai media persoalan tuduhan PKI dan sikap memaafkan Pak Jokowi sudah menjadi  konsumsi publik setiap hari. Keinginan yang semakin kencang untuk mempolisikan La Nyalla sudah semakin meningkat frekuensinya.

Persepsi di masyarakat dengan tidak bertindaknya Kepolisian terhadap La Nyalla  akan memberikan kesan bahwa Kapolri bekerja bukan berdasarkan hukum, tetapi atas dasar perintah. Presiden Jokowi tidak mungkin memerintahkan Kapolri untuk memeriksa La Nyalla karena La Nyalla sudah minta maaf dan juga  tidak mau terkesan Presiden mencampuri urusan Polisi.

Tetapi yakinlah Pak Kapolri Jenderal Tito,  anda akan mendapatkan  apresiasi dari Pak Jokowi,  jika Polisi melaksanakan tugasnya menegakkan hukum tanpa pandang bulu dan sesuai dengan UU yang berlaku.

Jika Polisi tidak tanggap, dan melakukan "pembiaran"  kita dorong agar Kapolri dipanggil DPR dalam Raker dengan Komisi III, untuk menjelaskan duduk persoalannya. DPR  dapat memerintahkan Kapolri untuk mengusut tuntas kasus fitnah tersebut, dan memprosesnya ke Pengadilan.

Biarlah pengadilan yang memutuskan nilai kebenaran atas fitnah  yang dilakukan La Nyalla dan memberikan ketentraman pada Jokowi dan keluarga khususnya, dan rakyat Indonesia umumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun