Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Asa dari Kemudo di Tengah Kasak-kusuk Impor Pangan

3 November 2018   16:45 Diperbarui: 10 November 2018   01:09 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor Kepala Desa Kemudo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah/foto Danone

Situasi yang terjadi di Desa Kemudo jauh dari kasak-kusuk soal impor beras dan sejumlah komoditi yang menghiasi ruang pemberitaan belakangan ini. Tentang impor beras misalnya, ada instansi pemerintah yang ngotot untuk mengimpor. Sementara pihak lain mengganggap  itu tidak perlu. Situasi bertambah rumit ketika kedua pihak saling melemparkan pernyataan secara terbuka.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai impor barang konsumsi sepanjang Januari hingga Juni 2018 sudah menginjak angka 8,18 miliar USD. Angka ini naik 21,64 persen secara year on year. Komoditas pangan, menurut pernyataan Kepala BPS, Suhariyanto, paling berkontribusi bagi kenaikan impor barang konsumsi itu. Komoditas pangan dimaksud antara lain beras, gula dan kedelai.

Sutarto Alimoeso menganggap peningkatan impor beras dalam kurun lima bulan terakhir cukup beralasan. Menurut Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) ini, terbukanya izin impor 1 juta ton beras dari Kementerian Perdagangan menjadi sebab.

Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada ini menilai pemerintah tidak ingin mengambil risiko. Gejolak di pasar bisa mengemuka bila stok beras berkurang. Tak heran pemerintah kemudian membuka keran impor.

Infografis dokpri
Infografis dokpri
Situasi saat ini tentu bertolak belakang dengan kondisi lebih dari tiga dekade silam. Pada 1984, Indonesia pernah mencapai swasembada pangan. Setahun kemudian, Soeharto, presiden Indonesia saat itu, diundang Food and Argriculture Organization (FAO) untuk berbicara di Konferensi ke-23 Organisasi Pangan dan Pertanian Sedunia itu.

Soeharto diminta untuk berbagi kisah sukses di hadapan para petinggi negara dari seantero jagad. Sebagaimana dikutip Dewi Ambar Sari dan Lazuardi Adi Sage dalam buku Beribu Alasan Rakyat Mencintai Pak Harto (2006), Soeharto mengatakan keberhasilan tersebut tidak lepas dari kerja raksasa seluruh rakyat Indonesia.

Saat itu Soeharto tidak hanya berbicara tentang kiat mencapai swasembada pangan. Ia juga mengatasnamai rakyat Indonesia menyumbang 100.000 ton beras untuk rakyat Afrika yang sedang tertimpa kelaparan.

Swasembada pangan hingga ketahanan pangan yang terjaga setidaknya hingga dua tahun setelah itu membuat penguasa Orde Baru itu tidak hanya mendapat pujian luas. Pemimpin yang lengser pada 1998 setelah berkuasa selama 32 tahun juga diganjar medali emas yang diserahkan langsung oleh Direktur Jenderal FAO, Dr. Eduard Saoma dalam lawatannya ke Jakarta.

Ternyata ketahanan pangan Indonesia hanya bertahan lima tahun. Demikian kesimpulan Pantjar Simatupang dan I Wayang Rusastra dalam Kebijakan Pembangunan Agribisnis Padi yang terbit tahun 2004.

Keduanya mensinyalir ketahanan pangan era Orde Baru sebenarnya rapuh. Menurut mereka, saat itu Soeharto hanya menaruh perhatian dan kemudian menjadikan stabilitas harga beras sebagai tolak ukur tunggal. Selama harga beras dapat dijangkau masyarakat berarti ketahanan pangan terjaga.

Ternyata persoalan ketahanan pangan tidak sesederhana itu. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengartikan ketahanan pangan sebagai "kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai perseorangan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun