Petualanganku kini berlanjut di Pulau Kalimantan. Senang juga tiba di suatu tempat yang sama sekali asing. Rasa penasaranku mempelajari adat, kebiasaan masyarakat setempat.
Hari itu pesawat mendarat di Bandara Sepinggan, Balikpapan. Tersebab manajemen hotel tidak melengkapi jatah kamar untuk menetap, saya ditemani Ria mencari kostel setelah 3 malam menginap di hotel.
Semula berniat mencari kostel tapi urung karena dua kostel telah kami survei tidak dilengkapi dapur. Saya perlu merebus telur setiap pagi, memasak kudapan yang simpel di akhir pekan.
Setelah 2 tempat ku survei, saya temukan satu tempat yang cocok, yaitu homestay. Jaraknya 10 menit saja berkendara dari hotel tempatku bekerja.
Pemiliknya Pak Herman, pensiunan dari perusahaan minyak setempat. Kedua anaknya berada di Jakarta sedangkan si bungsu tinggal bersamanya. Mba Narsih asisten rumah tangga selalu tampak di lantai 1.
Jumlah kamar di homestay Pak Herman sebanyak 7 kamar bertipe sama dilengkapi fasilitas TV, AC, water heater dan kamar mandi. Lantai dasar memiliki ruang cukup luas untuk menerima tamu dan dilengkapi sofa serta TV.
"Bu, pintu depan kok tak pernah dikunci?", tanyaku penasaran pada Ibu Herman.
"Biarkan terbuka atau rapatkan saja. Di sini gak ada pencuri," jawab Bu Herman.
"Oh!"
"Jika ada pencuri, pasti itu orang luar, bukan warga di sini," timpalnya lagi.
Saya baru paham kebiasaan adat setempat. Pintu rumah jarang dikunci sejak pagi hingga menjelang malam. Pernah saat pulang kantor pukul 22:00, pintu hanya dirapatkan saja. Tengah malam, barulah pintu dikunci.