Mohon tunggu...
Carolina Adak
Carolina Adak Mohon Tunggu... Apoteker - A long life learner

Apoteker

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kebun Singkong

17 November 2018   14:25 Diperbarui: 17 November 2018   14:42 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 "Selain apakah Ardi bisa diselamatkan atau tidak. Aku tau hal apa yang ada dipikiranmu sekarang pak" bu Tere membuka pembicaraan sambil sesekali mengusap air mata yang dari tadi tak kunjung berhenti mengalir

" Lupakan hal itu bu. Lupakan kalau selepas ini aku harus menggali lubang untuk membayar semuanya."Pak Marten menundukan wajahnya, ia menangis.

"Berharap Ardi tidak memiliki garis hidup yang sama seperti diriku. Bukannya mewarisi darah kotorku. Mungkin sebelum kejadian ini, aku merasa sangat lelah mencari uang. Tapi karena aku ayahnya, aku merasa memerlukannya tetap ada dan hidup. Aku mencintai anak itu bu." Suara tangis pak Marten pun pecah di lorong rumah sakit yang sepi. Seolah segala beban dan sakit hatinya bebas dari dalam kurungan. Bu Tere tidak lagi dapat berkata-kata melihat suaminya menangis tak karuan. Entah apa yang akan mereka lakukan setelahnya, mereka tetap bukanlah orang tua yang bersyukur jikalau anaknya tak lagi ada. Menjual kebun singkong bisa saja mereka lakukan, namun tentu tak akan cukup mengingat luas kebun mereka yang tak seberapa. Jika ditambah dengan menggadaikan rumah, konsekuensinya sangat berat. Dari mana mereka mencari uang untuk menutupinya kelak dan apakah ada orang yang mau membeli rumah sebutut itu. Banyak hal terlintas dalam kepala, namun hati seolah tak mau kalah. Dia makin sakit berbanding lurus dengan beban yang tak kunjung lenyap.

 2 minggu kemudian, saat bu Tere sedang menyapu membersihkan halaman rumah, seorang pria dan wanita paruh baya datang dan mendekat. Wajah bingung jelas nampak di wajah bu Tere. Keduanya datang dengan mobil Toyota rush yang dikendarai seorang supir berbadan cukup tegap.

 "Ada yang bisasaya bantu bapak, ibu?" sapa bu Tere dengan senyum bingungnya"Dimana suamimu?" Tanya si ibu langsung pada bu Tere tanpa menjawab terlebih dahulu pertanyaannya

"Suami saya baru saja berangkat ke kebun bu, kerja dia. Ada apa dengan suami saya?"

"Wah pantas saja kita tidak berjumpa ya pa?" balas si ibu tersebut sambil melirik ke arah suaminya. Makin bingunglah bu Tere. Apa maksud kedatangan sepasang suami istri ini. Namun setelah diceritakan barulah bu Tere paham dan berterima kasih. Pasangan suami istri ini adalah pemilik rumah hijau disamping kebun singkong pak Marten. Setiap kali pak Marten membakar rumput dikebunnya ternyata bersamaan dengan rumput yang ada di luar pagar rumah mereka. Tanpa bertanya dan berharap diberi imbalan, pak Marten melakukannya dengan tulus. Pasangan suami istri ini sudah sering memperhatikan, hingga ketika Ardi dibawah ke ICU, pasangan ini menuju rumah pak Marten. Namun setelah mendengar dari tetangga akan kejadian yang sedang dialami, keduanya memutuskan menyusul ke Rumah Sakit. Biaya pengobatan Ardi pun di bayar lunas oleh keduanya. Bahkan sisanya cukup untuk membayar uang SPP Ardi. Tanpa memberitahu identitas keduanya melakukan hal itu, kata mereka biar seperti pak Marten yang bekerja tanpa mengharapkan imbalan apapun. 

Begitulah hidup, baiknya memperlakukan kebaikan dengan kebaikan pula. Niscaya, perayaan kebaikan itu akan datang dari masa depan dengan tidak pernah terlambat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun