Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Penasaran Lihat Timnas Rasa Singkong Keju Menang

26 Maret 2024   06:29 Diperbarui: 26 Maret 2024   17:59 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas Indonesia setelah kalah lawan Australia di 16 Besar Piala Asia 2022 Qatar. Marc Klok (tengah) absen dari laga Vietnam vs Indonesia di Hanoi Selasa ini. (Foto Antara/Yusran Uccang/nym)

Seminggu ini publik sepak bola Indonesia diaduk-aduk rasa penasarannya melihat kayak apa sih, penampilan maksimal tim nasional kita yang menyuguhkan menu permainan "timnas rasa singkong dan keju"...

Kalau minggu lalu, saat Indonesia menjamu Vietnam di lanjutan laga Grup F Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Konfederasi Asia babak kedua, Indonesia terang-terangan membawa 'sepasukan' pemain naturalisasi hasil perburuan di kompetisi Eropa oleh Shin Tae-Yong, seperti "Mbah" Jay Idzes yang masih simbah muda favorit medsos, dan debutan Nathan Tjoe-A-On (22). Jay Idzes (23) berdarah Belanda-Indonesia namun main di klub Seri B Italia Venezia FC. Sedangkan Nathan main di liga Belanda SC Heerenveen.

Sebelum generasi mbah Jay dan Nathan, sebenarnya sudah ada pemain-pemain naturalisasi yang sudah lebih dulu dimainkan Shin Tae-Yong di berbagai posisi timnas seperti Elkann Baggott, Justin Hubner, Sandy Walsh, Jordi Amat, Marc Klok, Ivar Jenner, Shayne Pattinama, Rafael Struick. Nama-nama ini sungguh sudah akrab di telinga publik sepak bola Indonesia.

Kini orang penasaran sekali dengan pemain-pemain yang lebih gile lagi. Ada Thom Haye yang termahal, dengan nilai transfer Rp 52,14 milyar, Jay Idzes senilai Rp 15,64 milyar, Ragnar Oratmangoen Rp 7,82 milyar dan Nathan Tjoe-A-On Rp 6,08 milyar. Selain Thom Haye yang sudah 29 tahun serta Ragnar 26 tahun, maka 'favorit medsos' mbah Jay Idzes masih 23 tahun serta Nathan Tjoe-A-On 22 tahun.

Bagaimana pemain-pemain mahal ini nanti perform di timnas? Tentu ditunggu di pertandingan Leg 2 lawan Vietnam di kandang mereka, di stadion My Dinh Hanoi, Selasa (26.03.2024) hari ini mulai pukul 19.00 yang disiarkan langsung di stasiun nasional RCTI.

Leg 1 di Stadion Gelora Bung Karno Kamis (21.03.2024) lalu dimenangkan tuan rumah Indonesia, 1-0 dengan "gol sepenuhnya rasa singkong" berkat lemparan ke dalam yang spektakuler Arhan Pratama dari jarak sekitara 40 meter pinggir lapangan menuju kotak penalti, dan dijaringkan ke gawang oleh penyerang pengganti dari Egy Maulana Vikri dari Dewa United di menit 52. Dan sedaap. Goool....

Timnas rasa
Timnas rasa "singkong keju" ketika menang lawan Vietnam 1-0 lewat gol Egy Maulana Vikri (10) di Gelora Bung Karno Senayan, Kamis lalu. (Foto Bola.net)

Nasionalis Singkong Rasa Keju

Memang masih terjadi pro kontra di masyarakat, antara mereka yang merasa lebih sreg nasionalis murni seperti masa timnas Pra Piala Dunia Herry Kiswanto (1986) saat tim sepak bola rasa murni singkong, dengan timnas era Shin Tae-Yong yang meramu campuran menu antara singkong dan keju dengan memasukkan sekitar 30 persen pemain-pemain naturalisasi di timnas.

Timnas rasa singkong tahun 80-an terdiri dari pemain yang murni-murni pemain eks Liga semipro dan Perserikatan di dalam negeri. Blom ada pemain naturalisasi, yang terdiri dari pemain-pemain berdarah Indonesia yang bermain di klub-klub Eropa atau pemain Indonesia diaspora, pemain murni asli Indonesia yang bermain di klub luar negeri.

Para nasionalis memang mengandalkan sepenuhnya modal nasional, pemain-pemain yang lahir dari kompetisi dalam negeri, dan diseleksi masuk ke dalam timnas di Senayan. Seperti Herry Kiswanto, misalnya, ia malang melintang main di dalam negeri. Dari Pardedetex di Medan (1979-1983), kemudian menjelajahi klub liga semipro Yanita Utama (1983-1985), Krama Yudha Tiga Berlian (1985-1991), Asyabaab Salim Grup (1991-1993), sampai Bandung Raya (1993-1997). Kalau toh melanglang ke luar negeri, Herry tampil sebagai pemain posisi gelandang, stopper atau bahkan libero -- posisi sepak bola modern seperti di era bintang timnas Jerman, Franz Beckenbauer.

Pemain-pemain rasa singkong seperti Herry Kiswanto ini dulu memang merajai timnas di bawah pelatih berbagai pelatih nasional. Rasa keju waktu itu, cukup dipoleskan oleh pelatih asing, pelatih Eropa pada permainan timnas. Dan bukan langsung "pemain asing" atau pemain berdarah Indonesia yang berlaga di kompetisi Eropa seperti sekarang.

Pelatih Keju

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun