Harusnya inilah saat yang paling membahagiakan...tapi ternyata kosong... Tak bisakah kita bicara jujur tentang hati?Tentang rasa yang indah ataupun tidak?Aku hanya bergerak mengikuti aturan tapi bukan  nurani. Aku bergerak dengan akal dan pikiran tapi bukan dengan jiwa.
Kami membuka kotak ampau itu. Aku dan Esra menghitung berapa rupiah yang kami terima. Esra sempat menjerit senang waktu lembar terakhir ditaruh ditangannya,
"Tiga puluh tiga juta delapan ratus ribu?"Esra berteriak sambil tertawa.
"Bang....kita jadi bulan madu ya?"ucapnya manja.
"Tunggu...kuhitung dulu hutangku!Jawabku menggodanya.
"Besok kita datangi travel agent saja, sambil bertanya tempat yang cocok untuk bulan madu dengan uang yang kita punya."Esra kelihatan sangat bersemangat.
Diam-diam aku menatapnya. Esra memang tak terlalu cantik tapi memiliki daya tarik yang kuat. Esra memang pintar dan...sama-sama orang batak! Tak bisa kupungkiri sulitnya mencari calon istri. Perempuan yang memenuhi kriteria mama dan papa tentu saja. Cantik,pintar,seiman dan satu suku. Ini sulitnya...
Aku butuh waktu lama untuk mendapatkan Esra. Mungkin bukan mendapatkan tapi lebih membuka hati dan pikiranku untuk menjalani hidup dengan lebih ringan. Hidup yang mungkin tak sesuai dengan impian.
Tak sulit menjalani hidup bersama Esra. Dia periang,humoris,easy going tapi juga sabar. Baru kali ini aku bertemu  perempuan batak dengan pembawaan yang tak kurang halusnya dari perempuan Jawa. Mungkin aku cukup beruntung. Memiliki seorang istri yang tak pernah kucintai dengan sepenuh hati tapi mampu memberikan hidupnya dan mengisi ruang-ruang kosong dalam jiwa jadi bermakna.  Kuharap...suatu hari aku bisa benar-benar mencintainya...
                                 ****
"Sore suster..."Aku menyapa perawat itu.