Mohon tunggu...
Sang Pengelana
Sang Pengelana Mohon Tunggu... Teknik

Pemikir Visioner Ramah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yang Mulia Tuan Codot

14 September 2024   18:05 Diperbarui: 14 September 2024   18:06 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak lama kemudian buah itupun dimakan. Rasanya sudah sangat masam, tak enak di lidah bahkan masih banyak getahnya. Kulitnya keras dan tebal namun daginnya sedikit. Bijinya sudah mulai lapuk dan menunjukkan tanda-tanda adanya jamur dan penyakit lainnya. Daging buahnya berwarna putih sngat kontras dengan yang sudah dimakan codot warnanya kuning madu, dan berbau harum namun apa mau di kata yang bagian manis sudah tak tersisa karena sudah dimakan Codot.

Setelah makan, Sang pemuda melanjutkan pekerjaannya kembali. Sampai di rumah perutnya terasa tidak enak, sakit, mulas, dan terasa sangat perih. Menginjak malam hari, rasa sakitnya semakin menjadi-jadi. Diminumlah sebuah obat, tetapi tetap tak bisa reda, di periksakan ke dokter ternyata dokter mengatakan bahwa sakitna tak ada obatnya.

Sang pemuda menderita penyakit yang tak tampak oleh makhluk apapun. Sang pemuda mengetahui secara pasti dia sakit apa, apa penyebabnya dan apa obatnya, dia tahu ini semua karena ''YANG MULIA TUAN CODOT,'' yang membuatnya menderita kesakitan tiada tara, sehingga tak ada satupun obat di dunia ini yang mampu menyembuhkannya. Lambat laun penyakitnya semakin menjadi

Sang pemuda seolah sampai seperti mayat hidup. Hidup tak merasakan apapun, hanya berpasrah melakoni jalan cerita yang sudah di buatkan untuknya, dengan keikhlasan di akhir hayat sang pemuda yang sakit hanya menunggu waktu hingga ajalnya mejemput sehingga dia akan terbebas dari penyakitnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun