Selama bertahun-tahun, badan usaha milik negara (BUMN) kerap dipandang sebagai "ATM negara" --- mesin kas yang siap menyetor dividen besar untuk menambal kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebagian besar kebijakan fiskal pascareformasi, secara eksplisit maupun implisit, mendorong BUMN untuk berorientasi pada maksimalisasi setoran laba, seakan-akan kesehatan keuangan perusahaan negara diukur semata-mata dari seberapa besar kontribusinya ke kas negara. Namun, paradigma ini kini mulai bergeser secara fundamental.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, menetapkan sebuah arah baru. Pasal 3H UU ini, secara eksplisit ditegaskan bahwa keuntungan atau kerugian dari investasi yang dilakukan oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara adalah tanggungan Badan tersebut sendiri. Negara hanya berhak atas sebagian dari keuntungan, setelah terlebih dahulu dilakukan pencadangan risiko kerugian dan akumulasi modal. Maknanya, negara tak lagi mengutamakan menarik semua keuntungan BUMN untuk APBN, tetapi membiarkan BUMN membangun ketahanan dan kapasitas investasinya untuk jangka panjang.
Baca juga:
- Kebijakan Strategis ESG BUMN dan Relevansinya dengan Prinsip-prinsip Corporate Governance
- Ujian Kemandirian BUMN
- Larangan Benturan Kepentingan Tapi Bukan Penyelenggara Negara
- Tugas Mulia Danantara Mewujudkan Demokrasi Ekonomi (Bag.1)
- Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KNyD), Legenda Keuangan Negara (Bag.1)
Pergantian paradigma ini sejalan dengan praktik global pengelolaan badan usaha milik negara modern. Keberhasilan BUMN di banyak negara bergantung pada kemampuan mereka untuk beroperasi dengan prinsip komersial murni, minim intervensi fiskal, serta fokus pada tata kelola korporasi yang kuat (William Megginson dan Jeffry Netter, 2001). Negara-negara seperti Singapura dengan Temasek Holdings, atau Norwegia dengan Government Pension Fund Global, telah membuktikan bahwa model ini memungkinkan negara tetap mendapatkan manfaat ekonomi yang stabil dan berjangka panjang, tanpa menguras aset perusahaan negara melalui dividen instan.
Pengelolaan entitas negara modern harus menghindari politisasi laba (Ramanna, 2013). Sebaliknya, fokus harus diarahkan pada pembangunan portofolio investasi yang sehat, resilien terhadap gejolak ekonomi global, dan menciptakan nilai tambah lintas generasi. Mengingat volatilitas pasar global saat ini, pendekatan "bangun dan tumbuhkan" jauh lebih adaptif dibanding pendekatan "perah dan konsumsi".
Meskipun arah perubahan ini patut diapresiasi, ia juga membawa tantangan tersendiri. Pemerintah harus memastikan bahwa Badan Pengelola Investasi dan holding-holding BUMN menerapkan prinsip tata kelola yang baik secara ketat --- termasuk transparansi, akuntabilitas, dan manajemen risiko yang disiplin. Tanpa pengawasan yang efektif, transformasi ini berpotensi membuka ruang baru bagi penyimpangan dalam pengelolaan aset negara.
Indonesia tengah memasuki babak baru dalam pengelolaan kekayaan nasionalnya. Dengan menjadikan BUMN bukan lagi sekadar ATM negara, tetapi sebagai investor institusional yang kuat dan berkelanjutan, negara ini berusaha menulis ulang strategi ekonominya: dari mencari laba jangka pendek menuju membangun kekuatan ekonomi jangka panjang. Keberhasilan perubahan ini akan menentukan bukan hanya masa depan BUMN, tetapi juga kapasitas bangsa untuk menghadapi tantangan ekonomi global yang semakin kompleks.
Bibliografi
- Megginson, W. L., & Netter, J. M. (2001). From State to Market: A Survey of Empirical Studies on Privatization. Journal of Economic Literature, 39(2), 321--389. https://doi.org/10.1257/jel.39.2.321
- Ramanna, K. (2013). State-Owned Enterprises: Issues of Accountability and Corporate Governance. Harvard Business School Module Note 113-106.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI