Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2025, kebijakan yang mengatur pengelolaan saham seri A Dwiwarna dengan hak istimewa memberikan perhatian khusus pada aspek tata kelola dan pengelolaan yang transparan dan berkelanjutan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di dalam UU tersebut, terdapat ketentuan yang menekankan pentingnya pengaturan mengenai Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam rangka merespon kebutuhan pengelolaan yang lebih berkelanjutan. Kementerian BUMN yang sebagai pemegang saham seri A, memiliki kewajiban untuk menetapkan kebijakan strategis dalam bidang-bidang tersebut, antara lain: akuntansi, keuangan, sumber daya manusia, manajemen risiko, serta program-program tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR). Hal ini sejalan dengan tuntutan global terhadap keberlanjutan dan kontribusi perusahaan dalam mendorong ekonomi yang lebih hijau dan bertanggung jawab.
Baca juga:Â
- Ujian Kemandirian BUMN
- Rambu-rambu Pengelolaan Holding yang Otonom dan Profesional
- Larangan Benturan Kepentingan Tapi Bukan Penyelenggara Negara
Dalam perspektif prinsip Corporate Governance, OECD menyarankan adanya keterkaitan yang kuat antara kebijakan ESG dengan keberlanjutan dan ketahanan jangka panjang perusahaan. Menurut pedoman OECD, prinsip-prinsip Corporate Governance mengharuskan transparansi dalam pengelolaan perusahaan, termasuk pengungkapan terkait aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola yang material. Pengungkapan ini bertujuan agar investor dapat menilai kinerja perusahaan secara menyeluruh, bukan hanya dari sisi keuangan tetapi juga dalam hal dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan.
Penyusunan kebijakan strategis terkait ESG harus memperhatikan beberapa rambu-rambu. Pertama, kebijakan ini harus mengintegrasikan tujuan jangka panjang perusahaan dengan pertimbangan risiko yang berkaitan dengan perubahan iklim dan isu sosial. Oleh karena itu, kebijakan ESG harus mencakup aspek mitigasi risiko yang bisa mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan di masa depan, seperti peraturan terkait emisi gas rumah kaca, serta integrasi standar sosial yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan keberagaman. Kedua, kebijakan ini juga harus memastikan adanya mekanisme pemantauan yang efektif untuk memastikan bahwa semua pihak terkait, terutama pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya, dapat menilai kemajuan yang telah dicapai dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini harus dilakukan dengan mengedepankan prinsip keterbukaan informasi yang sesuai dengan standar internasional .
Selain itu, kebijakan ESG harus mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan para pemangku kepentingan. Corporate governance yang baik tidak hanya melindungi kepentingan pemegang saham, tetapi juga memperhatikan kontribusi dan hak-hak dari pekerja, konsumen, serta komunitas yang terpengaruh oleh kegiatan perusahaan. Oleh karena itu, kebijakan ESG harus menciptakan ruang dialog yang konstruktif antara perusahaan dan semua pemangku kepentingan untuk memastikan keberlanjutan perusahaan yang sehat dan resilien .
Dengan mengadopsi prinsip-prinsip tersebut, perusahaan tidak hanya akan meningkatkan daya saing dan keberlanjutannya di pasar global, tetapi juga berperan aktif dalam menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, penting bagi kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian BUMN, untuk menyusun kebijakan strategis yang tidak hanya memenuhi regulasi yang ada, tetapi juga beradaptasi dengan perkembangan global menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI