Frank Caprio dalam bukunya, How to Enjoy Yourself, menyatakan kebutuhan seseorang pada humor seperti butuhnya paru-paru kita pada oksigen. Artinya, presiden Indonesia yang tidak humoris atau tidak punya selera humor, niscaya kelak kepemimpinannya kurang efektif.
Tentu saja, meskipun masyarakat Indonesia gemar mendengarkan humor dan butuhnya pada sosok pemimpin humoris, bukan berarti para capres-cawapres kemudian berpura-berpura humoris dalam rangka meraih simpati rakyat.
Humor juga perlu memperhatikan situasi, dalam kondisi tertentu memang seorang presiden perlu fokus dan serius. Humor tidak boleh merendahkan, melecehkan dan mengolok-olok ras, budaya, agama dan lainnya. Mengerti, kapan saatnya harus bersenda gurau dan kapan saatnya fokus pada tugas-tugas yang serius.
Kita dapat membayangkan andaikata yang terpilih jadi presiden Indonesia melalui mekanisme pemilu nanti adalah orang yang tidak humoris, setiap kali tampil dan tersiar di media adalah keseriusan serta ketegangan, dan pada akhirnya rakyat ikut tegang atau bahkan ketakutan.
Oleh karenanya, penting untuk tidak mengabaikan unsur humor dalam memilih pemimpin atau presiden Indonesia nanti. Memilih pemimpin humoris dapat membawa energi positif, meningkatkan motivasi, membantu menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara lebih asyik serta penuh keceriaan.
Pada pemilu kali ini, selain memilah dan memilih pemimpin berintegritas, mampu mengelola negara dan memimpin bangsa, kita juga perlu menyeleksi mana calon pemimpin yang punya selera humor atau humoris tinggi, karena hal demikian merupakan bagian integral dari sifat kepemimpinan seseorang dan dibutuhkan oleh bangsa Indonesia.