Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sampah Demokrasi, Benih Polarisasi Elit

16 Februari 2021   22:34 Diperbarui: 17 Februari 2021   08:18 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebab telah terbukti, Jokowi sukar rasanya dikalahkan jika berhadap-hadapan. Pemberontakan 'teduh', revolusi sunyi dibunyikan dari dalam sistem itu sendiri yang berbahaya. Daya rusaknya sangat kuat. Ketika kapal yang bernama Indonesia ini dikuasai para maling, perompak. Maka tunggulah kehancurannya.

Indonesia tidak maju. Ancaman keterbelahan selalu menginta. Rakyat terfragmentasi. Sekecil-kecilnya terbelah dalam kepentingan politik. sedangkan kita butuh kemajuan. Dari kemajuanlah Indonesia menggapai mimpi kesejahteraan rakyat. Kemajuan itu membutuhkan persatuan, bukan saling ingkar.

Tidak main-main, Indonesia sampai selesainya pemerintahan Jokowi akan menemui masalah polarisasi dan devisit. Bila semua Pembantu-Pembantunya tidak tertib. Tidak sehati, enggan memikirkan rakyat. Mereka para Pembantu itu kelihatannya mengedepankan nafsu mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk diri dan kelompok politiknya.

Kita malah ketambahan hutang. Padahal bukan itu kerinduan rakyat. Semua rakyat Indonesia mengharapkan Indonesia terlepas dari cengkraman hutang Asing. Bisa mandiri, melawan dikte dan bujuk rayu Asing. Postur kepemimpinan kita perlu dibantu, bukan didelegitimasi dari dalam.

Kekayaan alam Indonesi yang melimpah harus dikelola dengan benar. Jangan mengandalkan kekayaan alam dan dijadikan nilai tukar politis semata. Sumber daya alam mesti menyuplai kehadiran sumber daya manusia yang mumpuni. Jangan sumber daya alam dikooptasi hanya untuk keperluan bisnis satu dua orang.

Mari kita melepas demokrasi dari perangkap oligarki. Nafsu menguasai dari sekelompok orang yang bernama 'oligarki' untuk pasti membahayakan banyak orang. Meminta banyak korban. Demokrasi yang luar biasa dikooptasi mereka. Cita-citanya demokrasi dapat mereka atur secara terbatas melalui parpol. Bagi-bagi kekuasaan secara leluasa mereka terapkan.

Jebakan demi jebakan ditemui. Sehingga kemudian demokrasi di luar kendali. Demokrasi yang sejatinya memudahkan kita malah menyusahkan. Itu tak lain karena perilaku oligarki yang rakus. Demokrasi yang luas itu menjadi sempit juga kotor. Pengaturannya disulap menjadi hanya ditentukan mereka-mereka saja.

Siapa mereka? petinggi parpol, penguasa dan pengusaha. Itulah mereka yang punya peran menghidupkan atau mematikan demokrasi. Ketika mereka kokoh bersatu otomatis nasib rakyat makin jauh dari kesejahteraan. Karena kepentingan mereka adalah memperkaya diri, keluarga dan kelompoknya.

Ketika praktek saling memaafkan dalam politik 'terjaga'. Maka, kebebasan menyandera para kader. Bebas merdekalah mereka yang merupakan elit parpol. Kebebasan itu tidak sama dengan yang dirasakan kader parpol di bawahnya. Kepentingan rakyat akhirnya tertutupi arogansi oligarki elit parpol.

Ketika tidak dirubah, akan mengalir terus praktek saling mengkooptasi. Turun temurun dibuat seperti tradisi agung. Pandangan, juga kebiasaan saling mengkooptasi inilah yang membuat demokrasi tarpolarisasi. Demokrasi menjadi seperti barang mewah. Demokrasi diposisikan menjadi milik pribadi satu dua orang saja. Sebuah praktek fatal merusak demokrasi kalau demokrasi dikooptasi oligarki.

Kekuatan oligarki makin kuat karena pewarisan kepemimpinan diatur lokusnya. Ketua Umum parpol hanya bergerak dilingkaran keluarga. Seolah-olah parpol dikelola seperti tahta kerajaan. Silsilah keluarga yang mereka wariskan turun-temurun. Mereka lupa bahwa demokrasi lahir karena menantang tradisi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun