Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Literasi progresif

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jurus Mabuk MK Buat Pemisahan Pemilu

4 Juli 2025   14:35 Diperbarui: 8 Juli 2025   22:02 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi proses Pemilu (dok.pngtree.com)

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal, disebut-sebut dapat meminimalkan beban kerja penyelenggara pemilu, dari sebelumnya lima kotak suara, yakni mengurangi potensi kelelahan petugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

Melalui putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis (26/6/2025) itu, MK memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan pemilu lokal mulai 2029. Pemilu nasional mencakup pemilihan Presiden dan anggota DPR serta DPD, sedangkan Pemilu lokal meliputi pemilihan anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota serta pemilihan gubernur dan Wali Kota/Bupati.

Sudah otometikli keputusan MK itu berimbas luas kepada masyarakat. Jangan dianggap hal ini sederhana, kita harus mencurigai ada apa dibalik putusan tersebut?. Dan apa motif MK, karena nanti di tahun 2025 barulah Hakim MK sadar dan merasa Pemilu kita banyak memakan anggaran, dan lain sebagainya alasan-alasan dimunculkan. 

Pertanyaan selanjutnya, Pemilu terpisah apakah memberi pesan bahwa Pemilu kita mengalami progres, ataukah tergerus mengalami regres?. Idealnya kualitas demokrasi kita semakin meningkat, dan kita seluruh rakyat Indonesia tidak diseret berkutat pada masalah-masalah klasik semata. Rasanya, MK wajib dipanggil DPR RI untuk dengarkan pendapatnya secara utuh.

Keputusan MK dalam membuat Pemilu Lokal dan Pemilu Nasional melahirkan ''kekacauan''. Kontroversi ini secara tidak langsung mengeliminir peran dan fungsi MK yang kita sebut sebagai guardian of the constitution atau penjaga konstitusi. Betul maka memiliki peran penting dalam menjaga keselarasan antara undang-undang dengan konstitusi. Bukan berarti membuat aturan baru yang melahirkan masalah.

Berbagai problem dimunculkan MK atas keputusan yang dinilai jauh dari nalar hukum yang lazim. Kali ini MK membuat lagi kegilaan yang membuat banyak pihak bertanya-tanya. Ada apa dengan MK?. Sebetulnya putusan MK ini diteliti, diselidiki lagi agar kejelasan di ruang publik dapat terpenuhi. Sepertinya MK mengambil langkah jurus mabuk untuk melahirkan pertengkaran di tingkat politisi maupun rakyat Indonesia umumnya.

Akibat dari putusan MK tersebut memunculkan berbagai spekulasi. Diantaranya, masa jabatan DPR RI, DPRD, Kepala Daerah akan ada kekosongan kurang lebih 2 tahun. Seluruhnya akan dilakukan Penjabat Sementara atau Perpanjangan masa jabatan untuk mengisi kekosongan (transisi).

MK sepertinya sudah masuk terlalu jauh dalam konteks ini. Termasuk penyelenggara Pemilu yang akan diperpanjang masa jabatannya. Seluruh urusan ini otomatis melahirkan konsekuensi anggaran negara (APBN). Ada berkah, adapula mudharat. Bayangkan saja perpanjangan masa jabatan itu akan melahirkan konsekuensi signifikan pada anggaran. Sehingga diperlukan guidance hukum yang jelas, dan tidak merugikan rakyat. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun