Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Literasi progresif

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jurus Mabuk MK Buat Pemisahan Pemilu

4 Juli 2025   14:35 Diperbarui: 8 Juli 2025   22:02 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi proses Pemilu (dok.pngtree.com)

BERTANDA bahaya terjadi ketika Mahkamah Konstitusi (MK), merampok kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI). Bagaimana tidak, tiap unit-unit Lembaga atau Institusi Negara memiliki otoritas sendiri-sendiri. Sedihnya, ada Lembaga Negara tertentu yang berlagak ''power full''.

Lantas mengacak-ngacak, menyulap, dan mencaplok. Melakukan take over terhadap otoritas Lembaga lain. Tumpang-tindih kewenangan sengaja dipertontonkan. Pembahasan mutakhir di ruang publik yang ramai dibicarakan adalah Putusan MK terkait Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal.

DPR RI seperti merasa dilecehkan MK. Seharusnya MK tidak terlalu liberal, over, dan membabi-buta memutuskan sesuatu. Deteksi atau mitigasi atas masalah-masalah yang dilaporkan ke MK mesti secara selektif dikaji. Jika pokok masalah yang dilaporkan tidak masuk ke ranah MK, maka jangan dibahas.

Karena ''pengambil alihan'' kewenangan Lembaga lain akan berpotensi merusak tatanan hukum dan implementasi demokrasi kita secara sistematis. Padahal ada Komisi II DPR RI yang tengah mendesain format Pemilihan Umum (Pemilu) kita di Indonesia. Namun, sebelum bergerak dalam pembahasan-pembahasan terkait Pemilu lebih jauh, DPR RI dilewatkan. MK terkesan begitu terburu-buru.

Ada apa dengan MK, kalau sudah begini?. Jangan-jangan MK menjadi agen dan pintu masuk untuk meloloskan agenda Internasional untuk melakukan penetrasi dalam merongrong harkat dan martabat rakyat Indonesia melalui proses demokrasi. MK dikabarkan memutuskan memisahkan penyelenggaraan Pemilu nasional dan daerah pada 2029 mendatang untuk proses simplifikasi yang tidak merumitkan pemilih (konstituen).

Tapi, kalau dikaji malah memakan anggaran besar. Jauh dari kebijakan efesiensi anggaran. Kemudian, keputusan tersebut akan memunculkan kerawanan baik itu kerawanan politik, ekonomi, memicu lahirnya konflik kepentingan, dan lahirnya krisis konstitusi Pemilu. Riskan, sehingga MK harus dihentikan manuvernya. Jangan MK semakin brutal dalam kerja-kerjanya.

Pemisahan Pemilu menurut Hakim MK bertujuan untuk menyederhanakan proses bagi pemilih. Memperbaiki kualitas demokrasi, serta mengurangi beban berat bagi penyelenggara pemilu dan partai politik yang selama ini menghadapi jadwal pemilu yang sangat padat dalam waktu yang hampir bersamaan.

Walau begitu, siapa yang berani memberi garansi bahwa perhelatan politik mendatang sesuai putusan MK ini akan melahirkan kualitas demokrasi?. Dalil MK, keputusan ini akan mengurangi beban berat bagi penyelenggara Pemilu dan partai politik?, hal ini juga abstrak. Tidak bisa dipegang. Karena aktualisasinya nanti berpeluang lebih buruk lagi dari yang diharapkan.

Bagi saya, sudah benar beberapa Partai Politik mempertimbangkan dan ''menggugat'' putusan MK tersebut. Putusan MK diapresiasi penyelenggara Pemilu. Menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mochammad Afifuddin konsekuensi lanjutan dari berkurangnya potensi kelelahan yakni kualitas penyelenggaraaan pemilu yang lebih terjamin. 

''Karena putusan tersebut juga dalam pertimbangannya, MK memerhatikan kondisi penyelenggara pemilu terkait dengan adanya impitan tahapan pemilu dan pemilihan yang dapat berpengaruh terhadap kualitas penyelenggaraan pemilu," ujar Afif saat hadir sebagai narasumber Politics & Colleagues Breakfast (PCB) Series #4 bertema "Pengaturan Keserentakan Pemilu dalam Upaya Penguatan Pelembagaan Demokrasi,'' di Jakarta, Sabtu (28/6/2025), di Jakarta.  

Di tempat terpisah, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, seusai acara di kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (2/7/2025), mengatakan, mau tidak mau, pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR, merevisi Undang-Undang Pemilu setelah putusan MK yang memisahkan Pemilu nasional dan lokal itu. Pasalnya, putusan MK final dan mengikat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun