Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi Sampai Mati

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rapuhnya Konstruksi Demokrasi

16 Februari 2023   23:17 Diperbarui: 16 Februari 2023   23:41 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BAGAIMANA menghadirkan demokrasi di atas panggung yang sejuk, sportif, produktif, dan mencerahkan. Harapan tentang tatanan politik yang penuh nuansa pendidikan, warisan kebaikan selalu dinanti publik. Berhentilah meracuni pikiran rakyat dengan politik tipu-tipu. Politik yang penuh dengki.

Perilaku yang demikian tidak sedikitpun memberi ruang integrasi nilai-nilai politik. Malah dampak yang dilahirkan nantinya adalah polarisasi sosial. Perjuangan kepentingan politik seyogyanya didasarkan atas bangunan demokrasi yang kokoh. Yang induknya dari kepentingan rakyat. Lalu siklusnya ke rakyat juga.

Nyala api hasutan politik harus dimatikan. Demokrasi mengajarkan kita tentang kewajaran kemanusiaan. Bukan sikap berlebihan atau melampaui batas. Kenyataan yang kita temukan di panggung politik kekinian masih belum memenuhi harapan kita. Yang ada hanyalah kekecewaan, kesedihan.

Karena proses memilih pemimpin secara demokratis ditafsir seperti panggung sayembara politik yang tanpa batas aturan. Di negeri ini regulasi silih berganti, bahkan menumpuk. Namun lagi-lagi itu barulah sebatas tekstual. Aktualisasinya masih buruk, memprihatinkan. Konstruksi demokrasi masih rapuh.

Tidak berlebih ditarik kesimpulan sementara bahwa konstruksi demokrasi kita saat ini berdiri di atas bangunan yang rapuh. Fundamen kejujur dan adil dalam praktek demokrasi yang dicerminkan melalui politik praktis sudah mulai sukar kita temukan. Tidak menggeneralisir bahwa semua politisi pembohong.

Tapi, praktek kejujuran yang sejatinya dicontohkan para politisi menjadi seperti barang mewah, barang antik yang mulai sulit kita temukan dalam interaksi politik. Sedangkan, dari kebutuhan literasi politik rakyat membutuhkan keteladanan dalam praktek politik yang itu layak ditunjukkan politisi.

Janganlah politisi kita bertengkar pada ruang yang simbolik. Mempertengkarkan Pancasila, anti Pancasila. Agama atau anti Agama. Itu tema dan pemandangan yang tidak relevan lagi dengan kemajuan politik kita hari ini. Rakyat harus diberi tontonan yang lebih mendalam lagi.

Bukan sekedar perang verbal. Melainkan ditunjukkan semua argumentasi, teori, dan kemampuan retoris itu dalam tindakan. Politisi hadir memberi pelajaran untuk tidak korupsi. Bagaimana menjadi teladan dalam kerja-kerja populis. Mengabdi untuk rakyat, tegak lurus menjalankan aturan.

Tampil menjadi sumber inspirasi. Terdepan dalam kerja-kerja kemanusiaan, membela atau berpihak pada sikap jujur dan adil. Bukan malah menghidangkan penampilan rakus, penyalahgunaan kewenangan. Merampas, bahkan memangsa rakyat sendiri.

Dalam perspektif rakyat, kebanyakan mereka yang sudah pasrah menjemput momentum politik, mereka berkesimpulan semua politisi adalah pelaku kebohongan. Tidak ada politisi yang jujur, adil, dan tulus, ikhlas. Persepsi buruk yang menempatkan politisi sebagai pembual tentu merugikan citra politik.

Inilah tugas terberat bagi politisi. Karena tidak semua politisi berkarakter seperti itu. Ada politisi yang menghalalkan segala cara untuk meraih apa yang diinginkan. Walau tidak semua bermental seperti itu. Kalau kita menelusuri, masih terdapat politisi yang berkata jujur, berpegang pada moral, juga integritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun