Banyak Tidak Tau Perempuan Tampan Menawan Berhasil Meluluhkan Hati Sang Poklamator RI Soekarno
Di sebuah tanah nan subur, tempat awan bergelung di atas puncak bukit dan angin bertiup lembut dari lembah ke laut, berdirilah sebuah negeri bernama Kotamobagu, jantung dari Bolaang Mongondow Raya, di utara tanah Sulawesi. Di sana, matahari tak hanya menyinari bumi, tapi juga melahirkan seorang anak perempuan yang kelak akan ditulis sejarah bukan karena takdir biasa, melainkan karena cinta yang merobek batas-batas kuasa.
Hari itu, di Kotamobagu tanggal 19 Maret 1931, dunia menyambut tangis pertama dari seorang bayi perempuan. Ia bukan dari keluarga sembarang, melainkan dari garis darah terhormat, bangsawan lokal yang menjunjung tinggi adat, etika, dan kebijaksanaan. Bayi itu kelak diberi nama  Kartini Manoppo. Nama yang akan bergema melintasi dekade dan dinding istana.
Waktu berjalan, bunga tumbuh dari tunas. Kartini kecil menjadi dara muda yang memesona. Wajahnya bagaikan lukisan yang diberkati langit teduh, tegas, dan berwibawa. Hatinya jernih, pikirannya tajam. Maka ketika kesempatan datang, ia mengangkat sayap dan terbang, bukan sebagai burung, tetapi sebagai pramugari dari maskapai kebanggaan negeri: Garuda Indonesia.
Ia melayani langit dengan senyum dan kesantunan, namun siapa sangka bahwa takdirnya bukan hanya di angkasa. Ia tidak hanya menjadi penghubung antara kota dan negara, tetapi kelak menjadi jembatan antara rakyat biasa dan sang pemimpin besar.
Pada suatu masa, tahun 1959, di ibu kota yang sibuk dengan riuh pembangunan, digelar sebuah pameran seni oleh pelukis termasyhur negeri ini: Basuki Abdullah. Di antara puluhan kanvas dan warna-warna yang menari, tergantunglah satu lukisan yang tak biasa. Lukisan itu menggambarkan seorang perempuan berwajah lembut namun penuh daya. Matanya seperti menyimpan langit, bibirnya tersenyum seperti pagi di Kotamobagu.
Lukisan itu adalah potret Kartini Manoppo.
Di antara para pengunjung pameran itu, hadir pula Presiden Soekarno, sang orator ulung, sang penyambung lidah rakyat, sang pecinta seni yang setiap detik hidupnya dikelilingi karya agung dan keindahan. Saat matanya tertumbuk pada lukisan itu, dunia seolah berhenti sejenak. Waktu berdenyut lebih lambat, dan hatinya yang telah mengenal banyak perempuan dari negeri dan benua tiba-tiba terguncang.
"Siapakah perempuan ini?" bisiknya pada Basuki Abdullah.
Dan dari situlah takdir mulai menulis lembar barunya.