Mohon tunggu...
Budi Supriyatno
Budi Supriyatno Mohon Tunggu... Dosen Guru Besar Universitas Krisnadwipayana. Jakarta

Guru Besar Ilmu Pemerintahan Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Hoby: menulis buku dan artikel jornal international.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

ulang tahun kompas ke 60 tahun "suara hati nurani rakyat" bukan "corong" penguasa

1 Juli 2025   09:58 Diperbarui: 1 Juli 2025   09:58 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

ULANG TAHUN KOMPAS KE 60   "SUARA HATI NURANI RAKYAT" BUKAN  "CORONG" PENGUASA

 Budi Suptiyatno

Kompas adalah surat kabar nasional Indonesia tergolong surat kabar tertua di Indonesia. Dua tokoh sentral yang menjadikan Kompas berdiri tegak sampai saat ini yaitu PK Ojong dan Jakob Oetama. Kompas  terbit pertama di Jakarta yang sejak 28 Juni 1965.  Sekarang usia kompas 60 tahun. Usia sudah matang dalam mengambil keputusan. Menurut Digital News Report dari Reuters Institute for the Study of Journalism dan Universitas Oxford, Kompas merupakan salah satu media surat kabar yang paling banyak diakses masyarakat Indonesia, dengan 41% responden mengaksesnya dalam seminggu terakhir. Pada laporan 2024, Kompas menjadi media yang paling dipercaya masyarakat Indonesia dengan skor kepercayaan mencapai 61%.

Pendiri

Menurut sumber  data dari berbagai media yang saya peroleh "Ide awal" penerbitan harian Kompas ini datang dari Jenderal Ahmad Yani. Beliau mengutarakan keinginannya kepada Frans Xaverius Seda (Menteri Perkebunan dalam kabinet Soekarno) untuk menerbitkan "surat kabar" yang berimbang, kredibel, dan independen. Frans kemudian menyampaikan keinginan itu kepada dua teman baiknya, Petrus Kanisius Ojong seorang pimpinan redaksi mingguan Star Weekly, dan Jakob Oetama, wartawan mingguan Penabur milik gereja Katolik. Ojong langsung menyetujui ide itu dan menjadikan Jakob Oetama sebagai editor in-chief pertamanya.

Awalnya  tahun 1964, Presiden Soekarno mendesak Partai Katolik untuk "mendirikan media" cetak berbentuk surat kabar. Selanjutnya, beberapa tokoh Katolik tersebut mengadakan pertemuan bersama beberapa wakil elemen hierarkis dari Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI): Partai Katolik, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Pemuda Katolik dan Wanita Katolik. Mereka sepakat mendirikan "Yayasan Bentara Rakyat".

Susunan pengurus pertama dari Yayasan Bentara Rakyat adalah Ignatius Joseph Kasimo (ketua Partai Katolik) sebagai ketua, Frans Seda sebagai wakil ketua, Franciscus Conradus Palaoensoeka sebagai penulis pertama, Jakob Oetama sebagai penulis kedua, dan P.K. Ojong sebagai bendahara. Dari yayasan tersebut, harian ini mulai diterbitkan.

Awal penerbitannya, Frans Seda disarankan oleh Jenderal Ahmad Yani agar Kompas memberikan wacana untuk "menandingi" wacana Partai Komunis Indonesia yang berkembang pada saat itu. Namun secara pribadi, Jacob Oetama dan beberapa pemuka agama Katolik seperti Monsignor Albertus Soegijapranata dan I.J. Kasimo tidak mau menerima begitu saja, karena mengingat kontekstual politik, ekonomi dan infrastruktur pada saat itu tidak mendukung.

Tetapi, tekad Partai Katolik menerbitkan surat kabar sudah final. P.K. Ojong dan Jakob Oetama ditugaskan membangun perusahaan. Mulailah mereka bekerja mempersiapkan penerbitan surat kabar baru, corong Partai Katolik. Rencananya, surat kabar ini diberi nama "Bentara Rakyat". Namun, dari Presiden Soekarno memberi  nama "Kompas" yang berarti penunjuk arah.  Menurut Bung Karno, "Kompas" berarti pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba. Kompas mulai diterbitkan untuk pertama kalinya dengan motto "Amanat Hati Nurani Rakyat." 

Kini usia yang ke 60 tahun kompas dengan "Amanat Hati Nurani Rakyat" telah menjadi  koran yang  bertujuan untuk menyuarakan "suara hati nurani rakyat" membela rakyat bukan "corong" dari Penguasa. Semboyan ini menggambarkan Kompas untuk:

  • Berada di samping rakyat: Kompas menjadi koran yang berpihak kepada "rakyat dan membela hak-hak rakyat," bukan berpihak kepada Penguasa atau corongnya penguasa.
  • Mencerdaskan dan menyejahterakan masyarakat: Kompas bertujuan untuk "mencerdaskan rakyat"  melalui tulisan-tulisan atau literasi yang akurat dan berimbang.

Lika-liku mulai dari Pembredelan  sampai  Gugatan

  • Pelarangan terbit Pertama: Tanggal 1 Oktober 1965, terkait dengan peristiwa G30S/PKI. Pemerintah melarang terbit sejumlah koran termasuk Kompas di Jakarta. Namun setelah 4 hari, tanggal 6 Oktober 1965 larangan tersebut dicabut.
  • Larangan terbit kedua: Tanggal 21 Januari 1978, menyusul pemberitaan pencalonan Soeharto sebagai presiden untuk ketiga kalinya tujuh harian (Kompas, Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times, Sinar Pagi, dan Pos Sore) dilarang terbit atas perintah Sudomo. 
  • Pemecatan Wartawan: Tanggal 8 Desember 2006, Bambang Wisudo (wartawan) menerima surat pemecatan. Namun tanggal 12 Desember 2008, sekitar dua (2) tahun sesudahnya, diterbitkan surat pencabutan keputusan PHK Kompas terhadap Bambang Wisudo.
  • Aburizal Bakrie ke Polisi: Tahun 2010, Aburizal Bakrie melaporkan sejumlah media termasuk kompas ke Polisi dan Dewan Pers. Sejumlah media masa tersebut dilaporkan karena memberitakan pertemuan Aburizal Bakrie dengan terdakwa mafia pajak Gayus Tambunan di Bali.
  • Gugatan Raymond Teddy:  Tanggal 11 Januari 2011, gugatan perdata oleh Raymond Teddy terhadap sejumlah media. Raymond Teddy melakukan gugatan perdata terhadap sejumlah media (Kompas, RCTI/Koran Sindo, Republika, Detikcom, Warta Kota, dan Suara Pembaruan) atas penyebutan dirinya sebagai "bandar judi." Gugatan ini akhirnya ditolak oleh PN Jakarta Selatan, PN Jakarta Timur, PN Jakarta Pusat dan PN Jakarta Barat.

Rubrik Artikel dan Kompasiana

Kompas memiliki rubrik dan artikel yang dapat mendidik masyarakat dalam bidang literatur, seperti:

  • Resensi buku: Kompas seringkali memuat resensi buku-buku terbaru, baik fiksi maupun non-fiksi, yang dapat membantu pembaca memahami karya sastra dan memilih buku yang menarik.
  • Artikel tentang sastra: Kompas juga memuat artikel tentang sastra, penulis, dan karya sastra, yang dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang literatur.
  • Kritik sastra: Kompas terkadang memuat kritik sastra yang dapat membantu pembaca memahami karya sastra dari berbagai perspektif.

Disamping rubrik dan artikel tersebut di atas muncul "kompasiana." Kompasiana adalah platform blogging yang dimiliki oleh Kompas Gramedia, di mana penulis dapat membagikan artikel, opini, dan cerita mereka. Artikel di Kompasiana dapat mencakup berbagai topik, seperti:

  • Politik: Analisis dan opini tentang isu-isu politik terkini.
  • Sosial: Artikel tentang isu-isu sosial, seperti pendidikan, kesehatan, dan lingkungan.
  • Ekonomi: Analisis tentang isu-isu ekonomi, seperti bisnis, keuangan, dan pasar.
  • Budaya: Artikel tentang budaya, seni, dan hiburan.
  • Pendidikan: Artikel tentang isu-isu pendidikan, seperti metode pembelajaran dan kebijakan pendidikan.

Kompasiana juga memiliki berbagai kategori dan tag, sehingga pembaca dapat dengan mudah menemukan artikel yang menarik bagi mereka. Platform ini memungkinkan penulis untuk berbagi ide dan opini mereka dengan masyarakat luas.

Kekuatan dan Tantangan Kompas

Kekuatan Koran Kompas di era digitalisasi saat ini adalah:

  • Reputasi yang baik: Kompas dikenal sebagai sumber berita yang akurat dan terpercaya.
  • Tim jurnalis berpengalaman: Kompas memiliki tim jurnalis yang kompeten dalam melaporkan berita.
  • Jaringan distribusi luas: Kompas dapat diakses oleh pembaca di seluruh Indonesia.
  • Platform digital: Kompas memiliki platform digital yang berkembang pesat, seperti situs web dan aplikasi mobile.

Tantangan yang dihadapi kompas sekarang adalah:

  • Penurunan sirkulasi: Kompas menghadapi tantangan penurunan sirkulasi karena banyak pembaca beralih ke platform digital.
  • Perubahan tren membaca: Perubahan tren membaca masyarakat dapat berdampak negatif pada penjualan koran fisik.
  • Persaingan dengan media online: Koran Kompas harus bersaing dengan media online yang semakin berkembang.

Dalam mengatasi tantangan ini, nampaknya Kompas tidak mau ketinggalan telah "mengembangkan platform digitalnya" dan meningkatkan kehadiran "online" untuk tetap relevan dan sukses di pasar.  Terakhir saya ucapkan selamat "ULANG TAHU KOMPAS KE 60" semoga kompas tetap sukses dan  jaya dalam mencerdaskan bangsa Indonesia.

Budi Supriyatno, Guru Besar Universitas Krisnadwipayana Jakarta.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun