Bumbu Rujak Cingur Malang berwarna hitam dan terasa manis, berkat kuantitas petis udang lebih banyak ketimbang petis udangnya.Â
Sedangkan pada bumbu Rujak Cingur Bangkalan, campuran petis ikan lebih banyak dibanding petis udang. Warnanya menjadi cokelat dan terasa gurih.
Rasa gurih itulah yang membuat saya selalu mencari Rujak Cingur Bangkalan ketika di Madura.
Andai saja perut terbuat dari karet, bisa saja saya akan berkali-kali menyantapnya. Juga, minta tambah lagi dan tambah lagi hidangan Rujak Cingur.
Tidak sulit menemukan penjual rujak cingur di Bangkalan. Pada hari pertama di sana, saya melihatnya di sebuah warung 150 meter dari Masjid Syaikhona Kholil, Bangkalan.
Cirinya, ya pasti ada tulisannya. Kedua, pada meja akan terlihat cobek besar merah yang terbuat dari tembikar dan tempat-tempat bahan.
Namun di Warung Brejot itu, hidangan yang merupakan gabungan rujak cingur dengan soto daging kuah merah menjadi godaan tersendiri. Saya lebih penasaran dengan rasa Rujak Soto pada siang itu.
Toh, masih ada kemungkinan untuk menjajal rujak cingur di tempat lain. Banyak penjualnya di Kabupaten Bangkalan. Kesempatan itu datang pada keesokan harinya.Â
Usai menunaikan salat Zuhur di sebuah masjid yang indah di Modung, Bangkalan, saya melihat penjual rujak cingur di seberang jalan.
Tidak hanya menjual rujak cingur. Tersedia juga rujak buah, minuman panas, minuman dingin. Pemilik rumah kecil di tepi jalan itu memanfaatkan secuil teras untuk berusaha.