"Jam tigaan pagi."
Juno, Kecamatan Burneh, Bangkalan berjarak sekitar empat kilometer dari pusat kota yang menjadi tujuan.
Berhubung lama tak ke Bangkalan, saya tidak mengenali situasi Kabupaten tersebut, apalagi pada hari masih gelap. Bagi saya, ia menjadi wilayah asing.
Di sinilah perkara itu membayangi pikiran. Akan berada di tempat masih asing pada dini hari. Pertanyaan yang muncul, adakah tersedia angkutan yang sesuai? Atau menunggu di lokasi hingga matahari terbit?
Bisa saja saya telepon kerabat untuk menjemput. Namun, saya percaya mereka tersibukkan dengan persiapan acara haul Kakek-Nenek serta peringatan Maulid Nabi. Tidak, saya tidak mau merepotkan.
Lagi pula, setelahnya kami tidak ingin merasa "dikawal" ketika bertualang keliling dan makan di sembarang tempat, jika diantar oleh kerabat di Bangkalan. Itu terjadi pada kesempatan-kesempatan sebelumnya.Â
Ceritanya, satu peserta yang juga kerabat di Bogor akan mengambil sampel tanah di pantai-pantai. Maka, kami akan mengelilingi Pulau Madura sebelum menemui kerabat di Bangkalan pada tanggal 4-6 September. Kami ingin bebas memilih tujuan selama bertualang.
Perjalanan bus malam berlanjut. Saya memikirkan kemungkinan-kemungkinan diimbangi dengan prasangka baik.
Bus malam berhenti istirahat di satu restoran, merealisasikan fasilitas makan malam bagi para penumpang. Usai menyantap hidangan, saya berbincang dengan salah satu penumpang yang ternyata warga Ciawi Kota Bogor.
Setelah saling melemparkan tanya, pria muda itu menawarkan tumpangan kepada kami sesampainya di Juno.