AKHIR JULI. Bendera merah putih dan umbul-umbul tergantung pada tali, yang terikat di antara pokok pohon tepi jalan raya. Tandanya, sebentar lagi memasuki Agustus. Perayaan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia sudah dekat.
Lokasi bendera tergantung bersebelahan dengan lapak Pak Yana. Penjual kopi keliling langganan itu mangkal di tepi jalan. Trotoarnya merupakan rute favorit saya berolahraga jalan kaki pagi.
Saya berhenti, duduk di kotak kayu di atas trotor, beristirahat, dan memesan kopi seduh diaduk sekali.
Di hadapan, bendera dan umbul-umbul tergantung pada tali di antara pohon-pohon. Melambai-lambai meriah, kendati belum ada pembeli.
"Sepi. Tahun lalu laris dari tanggal dua puluh delapan. Ini sudah tiga hari belum ada pembeli," ujar penjual bendera pada pagi 29 Juli dua hari lalu.
"Kalah sama onlen," sahut Pak Yana yang datang meletakkan gelas plastik isi kopi di sebelah saya.
"Kenapa begitu?"
Penjual kopi menerangkan, pengurus RW tempat tinggalnya membeli umbul-umbul serupa melalui lokapasar (marketplace).
"Harganya lima ribu, beli dua puluh biji cuman seratus rebu."
"Emang di sini berapa?" tanya saya kepada penjual bendera dan umbul-umbul.