Sudahlah. Balik lagi ke cerita semula.
Setelah tembok panjang dan rumah-rumah sempit, perjalanan dari arah Jalan Manunggal tiba di awal gang Muha. Ekor mata menangkap sesuatu yang menarik.
Saya berbalik. Memasuki bagian muka sebuah rumah lebar 2,5meter dan meletakkan tubuh pada bangku panjang.
Di hadapan terpampang aneka penganan. Penjual gado-gado, karedok, lontong bumbu, rujak buah, mi glosor, dan gorengan di gang Muha. Namanya, Bu Odah.
Sarapan Gado-Gado
Gado-gado di Kota Bogor merupakan sayur matang (daun bayam, wortel, gambas/labu siam) dan potongan tempe tahu, yang diaduk dengan bumbu. Bumbunya adalah kacang goreng diulek bersama garam, gula merah, perasan jeruk limau, dan air matang.
Bukan seperti gado-gado siram, yang pakai telur dan kentang rebus serta bumbu halusnya dimasak.
Bagi saya, sayuran berbumbu kacang itu merupakan salah satu sumber serat. Kendati tanpa lontong, gado-gado yang saya pesan sangat mengenyangkan. Porsinya besar untuk sarapan.
Pembeli Kurang Bayar
Pelanggan Bu Odah lumayan banyak. Dalam satu jam ada 7 atau 8 pembeli beragam produk: gorengan, gado-gado, karedok, mi glosor, lontong bumbu/doclang.
Bahkan, ada sepasang suami istri berbelanja Rp50.000 untuk berbagai penganan. Mereka langganan yang datang dari Cimahpar, daerah berjarak sekitar 8 kilometer dari gang Muha.
Di antara sekian pembeli ada satu ibu-ibu, yang berjalan tertatih dan memesan pesanan dengan suara lemah. Dasternya robek.