Saya menatap selintas tempelan di dinding toko. Membaca sekilas brosur di tangan. Lampu di dalam kepala saya menyala, mengindra gaya bisnis yang dulu beberapa kali saya tolak.
Namun demikian, tak mau berlaku kasar terhadap wanita, dengan cermat saya menyimak penjelasan. Sambil memandang matanya yang bintang.
Ia menguasai product knowledge. Mampu membangkitkan keingintahuan. Terakhir, dengan santun ia mengajak saya masuk ke tokonya, agar mencicipi minuman bernutrisi yang disebut "makan pagi" pada kupon.
Saya harus menolaknya sebelum terlibat terlalu jauh. Dengan percaya diri saya menyampaikan, saat ini sangat menikmati keadaan dan berkonsultasi rutin ke dokter spesialis, serta tidak mau berpikir macam-macam.
Saya bersyukur, kondisi kesehatan semakin hari bertambah baik melalui ikhtiar tersebut. Meyakini bahwa kesembuhan semata-mata milik Maha Penyembuh.
Terakhir mengutarakan bahwa saya menganggap tempat tersebut tenteram. Nyaman untuk menulis.
"Saya hendak menyelesaikan artikel yang hampir deadline di Kompasiana."
Padahal tenggat waktu tersebut sayalah yang menentukan. Belum tahu dia!
"Oh, kalau begitu silakan dilanjut."
Saya duduk menata kata di gawai sampai waktu menjelang Jumatan. Tanpa gangguan.