Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Konstruksi Lapangan Sepak Bola dan Biaya Koordinasi

29 Juni 2021   18:06 Diperbarui: 29 Juni 2021   18:19 2301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengupasan lahan untuk konstruksi Lapangan Sepakbola dengan excavator (dokumen pribadi)

Pada siang paling benderang, kawanan pria berpakaian serba hitam membawa suasana tegang, mengelilingi kursi panjang depan warung kopi tempat bersantai. Mereka bersepuluh dengan wajah perang yang dingin. Aku sendiri.

Para pihak terdiri dari Pejabat Dinas, Konsultan Perencana, dan Konsultan Pengawas telah meninggalkan warung seberang lahan pemeriksaan. Terakhir adalah Pak Bimo, Direktur perusahaan konstruksi yang memenangkan tender proyek Pembangunan Lapangan Sepakbola Mini.

"Kontraktor proyek ya?"

Setelah mengamati situasi, aku berlaku tenang, lalu mengangguk.

"Kalau perlu pengamanan proyek, kami bisa menjadi koordinator" senyum pria legam dengan rambut diikat. Pada dada kirinya tersemat kain persegi berdasar warna kuning dibordir hitam dengan huruf kapital: M. AJID.

"Begitu ya," sambil membetulkan posisi duduk, aku berusaha menarik ujung bibir ke atas.

"Agar proyek berjalan kondusif. Disarankan juga untuk menggunakan warga setempat sebagai tenaga kerja dan pemasok bahan bangunan alam."

"Saya akan sampaikan kepada pimpinan," aku segera beranjak setelah membayar semua makanan, kopi, rokok yang dikonsumsi para pihak dan gerombolan yang entah muncul dari mana.

***

Selain berfungsi sebagai tempat upacara di ruang publik, alun-alun itu merupakan kancah olahraga bolakaki bagi warga setempat. Juga digunakan sebagai arena tanding bola antar desa atau kecamatan (tarkam).

Alun-alun tersebut merupakan salah satu obyek rencana Pemerintah Daerah, dalam rangka mewujudkan lapangan sepakbola bermutu di setiap kecamatan. Lapangan dengan garis main seluas 60X90 meter persegi (garis sentuh ke garis gawang) akan dibuat keren.

Lahan dikupas sedalam 50 sentimeter, lalu dibuat semacam parit-parit untuk jalur penempatan pipa HDPE berlubang (flexible perforated drainage corrugated pipe) yang cenderung menurun ke arah pinggir.

Pemasangan pipa berlubang untuk drainase (perforated drainage corrugated pipe) adalah dokumen pribadi.
Pemasangan pipa berlubang untuk drainase (perforated drainage corrugated pipe) adalah dokumen pribadi.
Air akan mengalir ke saluran-saluran pengumpulan yang bermuara ke lubang-lubang resapan besar sedalam 5 meter. Pada bagian atasnya dibuat saluran limpasan untuk mengalirkan kelebihan air ke saluran beton pracetak (U-ditch).

Sistem drainase demikian dirancang agar lapangan tidak menggenang terlalu lama ketika hujan deras.

Di atasnya, diisi berturut-turut dengan lapisan: pasir, kerikil, pasir, dan tanah sebagai media tanam rumput. Jenis rumput yang akan ditanam adalah gajah mini, berhubung harga rumput manila dan bermuda yang amat mahal. 

Sebagai pengaman, dibuat pagar kawat harmonika setinggi 5 meter. Lalu lapangan dilengkapi dengan papan skor digital dan bangku cadangan berikut penutupnya. Di pinggirnya dibangun ruang ganti pakaian pemain dan ruang ofisial.

Sedangkan sistem penyiraman, dibuat tangki beton di bawah tanah (ground tank) untuk menampung air yang dipompa dari sumur 60 meter. Menggunakan mesin pompa bertekanan tinggi, air didorong melalui pipa-pipa yang berujung pada penyemprot (sprinkler) khusus lapangan bola di enam titik luar garis lapangan.

Sebelum lapangan, ada jalan masuk beraspal hot mix menuju tempat parkir berlandaskan paving block. 

Demi menggerakkan seluruh peralatan elektronik, dibuat panel dan instalasi yang mampu mengalirkan arus listrik 10 ribu Watt.

Dengan demikian, setidak-tidaknya sampai setahun ke depan, warga setempat harus menunggu. Pembangunan itu sendiri berlangsung selama tiga bulan. Ditambah enam bulan masa pemeliharaan dan tiga bulan masa penguatan akar-akar rumput agar tidak mudah terlepas ketika digunakan. 

Sepanjang waktu itu warga harus bersabar, menandingi hasrat menggebu-gebu untuk bermain sepakbola. Mereka menginginkan lapangan sepakbola desa yang patut dibanggakan.

Bahan yang dibutuhkan beragam. Paling banyak jumlahnya adalah unsur yang berasal dari alam seperti bahan dasaran (pasir, kerikil, tanah) dan rumput. Diperkirakan meliputi 500 dump truck berkapasitas 5-6 M3.

Agar penyerapan dalam sistem drainase berfungsi maksimal, pasir, kerikil, geo-textile dan tanah yang sudah ditentukan jenis dan ukurannya. Untuk itulah aku memilih separuh pasokan dari supplier luar yang sudah teruji mutunya, setengah lagi dipasok oleh warga lokal supaya situasi berlangsung kondusif.

Warga lokal menugaskan Pak Maman sebagai penanggung jawab pemasokan bahan dasaran tersebut. Pada tahap pertama, suplai pasir dari pria berkumis tebal itu cukup meyakinkan. Berikutnya adalah tahap pengiriman kerikil.

Berbeda dengan batu pecah (split), kerikil merupakan batu bulat alami hasil kikisan air. Batu kerikil tidak saling mengikat atau tidak mudah pecah hingga menyebabkan lapisan padat, penyebab mampat proses penyerapan air. Air tergenang lekas surut.

Di toko bangunan ia nyaris tidak tersedia. Ada juga di penjual tanaman hias, batu kerikil warna-warni dari Bengkulu, tetapi harganya terlalu mahal untuk proyek. Batu kerikil biasanya banyak terdapat di aliran sungai yang cukup derasnya. Pemasok bahan kerikil mesti cermat.

Pak Maman mengirim sampel yang kemudian aku tolak, sebab tidak memenuhi spesifikasi. Setelah sekian kali, barulah kerikil memenuhi syarat. Dua puluh truk awal, pengiriman sesuai contoh diajukan.

Pemeriksaan pada truk ke-21 memacu darah merambat naik ke kepala. Mendorong energi marah, "muatan jangan dulu turun. Panggil Pak Maman, sekarang!"

Tak butuh lama, pria paruh baya yang masih bersarung datang tergopoh-gopoh, "ada apa Pak?"

"Bagaimana sih? Kerikil dikirim tidak sesuai contoh! Saya gak mau barang begini!"

"Tapi kerikil di tiga truk ini sudah terlanjur dibayar."

"Tidak peduli. Pokoknya saya tidak mau terima. Titik!"

Ayah berputri manis itu menggamit lenganku. 

Dengan mimik memelas, ia berbisik, "tolong diterima. Saya rugi. Soalnya mesti bayar biaya koordinasi kepada koordinator keamanan. Seratus ribu per-truk."

Aku termenung, memandang langit memerah ketika matahari hampir menyelesaikan tugas menerangi bumi. Aku menarik napas. Kesal.

"Baik. Terserah kalian. Toh nantinya yang akan memanfaatkan, merawat, dan merasakan sepenuhnya lapangan ini adalah Pak Maman dan warga sini!"

Baca juga: Penulis Amatiran, tapi Tidak Mata Duitan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun