Dengan mimik memelas, ia berbisik, "tolong diterima. Saya rugi. Soalnya mesti bayar biaya koordinasi kepada koordinator keamanan. Seratus ribu per-truk."
Aku termenung, memandang langit memerah ketika matahari hampir menyelesaikan tugas menerangi bumi. Aku menarik napas. Kesal.
"Baik. Terserah kalian. Toh nantinya yang akan memanfaatkan, merawat, dan merasakan sepenuhnya lapangan ini adalah Pak Maman dan warga sini!"
Baca juga:Â Penulis Amatiran, tapi Tidak Mata Duitan
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!