Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menyoal Impor 1 Ton Beras dan Kampanye Diversifikasi Pangan

9 Maret 2021   17:08 Diperbarui: 9 Maret 2021   20:52 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stok beras yang berada di gudang Bulog Banjarkemantren, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim) mencapai angka 630 ribu ton dan dipastikan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Timur hingga tahun 2020 mendatang| (Dok. Humas Kementerian Pertanian RI melalui kompas.com)

Ketergantungan itu diperkuat dengan pandangan "belum kenyang, bila belum makan nasi" yang melekat kuat di masyarakat. Kondisi itu telah berlangsung sejak lama, ditambah dengan perhatian melulu kepada program swasembada beras, yang diusung sejak pemerintahan Orde Baru.

Prioritas kepada ketersediaan pajale dan swasembada, telah mengesampingkan produksi sumber karbohidrat lain.

Bisa jadi lembaga riset pertanian milik pemerintah telah menghasilkan prosiding, jurnal, dan dokumen hasil penelitian mengenai tanaman non-pajale. Namun realitas menunjukkan pemanfaatan sumber-sumber pangan non-beras belum terasa gerakannya.

Kegagalan itu tidak bisa hanya dialamatkan kepada persepsi "belum kenyang sebelum makan nasi", karena kini masyarakat terbiasa mengonsumsi roti dan mi sebagai pengganti nasi. Indonesia sebagai pengimpor gandum, bahan pembuat roti dan mi, terbesar kedua di dunia.

Pihak swasta lebih berhasil dalam mengampanyekan bahan pangan non-nasi yang berasal dari terigu (gandum). Sedangkan kampanye diversifikasi pangan dengan tagline "kenyang tidak harus dengan nasi" gaungnya terdengar senyap.

Dengan kata lain, kampanye untuk mendorong diversifikasi pangan itu tidak membuktikan hasil yang diinginkan, kecuali nilai bagus di atas kertas.

Akhirul kata, kita berharap roadmap diversifikasi pangan dapat dipromosikan lebih gencar secara profesional, yang akan meninggalkan kesan kuat di benak masyarakat.

Dengan demikian, "kenyang tidak harus dengan nasi" bukan sekadar kampanye, tetapi ia menjadi gaya hidup dan kebiasaan masyarakat untuk mengonsumsi makanan pokok yang berasal dari sumber-sumber hayati lokal.

Sumber rujukan: 1, 2, 3, 4, 5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun