Mohon tunggu...
Bonefasius Sambo
Bonefasius Sambo Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang gemar menulis

Penulis Jalanan ~Wartakan Kebaikan~

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Galau, Beribu Rindu untuk Kalian

16 Agustus 2018   14:19 Diperbarui: 16 Agustus 2018   16:01 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Kakak, malam ini aku harus memberanikan diri untuk mengirim sms (short message service) padamu, kak. Aku tahu jika berita itu sampai ke telinga kakak, kalau bukan aku dimarahi pasti kakak akan merasa malu. Iya kak, aku yakin itu. Aku ingin kembali bersama kalian! Inilah harapan ku saat ini.

Sudah tiga hari berlalu sms itu tak dibalasnya. Setiap saat, hape jadul itu tak pernah jauh dariku. Hape ini adalah pemberian perdana dari kakak-ku. 

Aku tak tahu persis dari mana ia mendapatkan uang dan bagaimana ia bisa membeli hape itu. Suatu malam tiba-tiba saja ia memanggilku dan menyerahkan hape itu kepadaku. Katanya singkat, jangan banyak komentar kamu pasti membutuhkan barang ini. Saat itu, ia pun lalu bergegas ke kamar tidurnya.

Sepintas kerjanya lebih banyak keluyuran. Kadang kalau pulang rumah, sudah larut malam. Dan mulut bau alkohol pula. Untungnya dengan sisa kesadaran yang ada ia berusaha ke kamarnya walau tertatih-tatih.

Aku heran, tak pernah kakak bersikap kasar pada kami. Maksudnya aku dan si bontot, Edu. Namaku, Jeny. Sedangkan kakak ku bernama Lucky. 

Menurut cerita bibi Lina, dia diberi nama Lucky karena orang tua kami berharap kelak ia bisa menjadi laki-laki yang beruntung. Memang ia kakak kami yang unik dan misterius. Sepak terjangnya sulit kami baca.

Ayah dan ibu kami telah tiada. Awalnya kami diasuh sama Bibi Lina. Namun setelah lulus SMP, kak Lucky meminta kami kembali ke rumah orang tua. Edu juga turut serta bersama kami. Karena permintaan kakak, Bi Lina akhirnya merelakan kami pergi. Saat itu Edu akan masuk SMP. Kebetulan sekolah baru Edu tidak jauh dari rumah mendiang kedua orang tua kami.

Setiba di rumah di kediaman kami sendiri, aku berperan bak ibu. Kakak, hanya berusaha mencukupi kebutuhan kami. Uang jajan  kami selalu ada. Makan minum juga tersedia untuk sebulan. 

Kakakku jarang sarapan atau makan bersama kami di rumah. Ia tak pernah mengeluh apalagi marah kepada kami adik-adiknya. Padahal perawakan dia besar dan sangar. Sebagian badannya tatoan. Orang kadang bilang kakak kami preman. Kadang kami juga merasa sedih. Bahkan risih dengan anggapan sebagian orang di lingkungan sekitar. Ya, begitulah kakak kami. Yang kami tahu dia menyayangi kami.

Malam ini empat setengah tahun telah berlalu. Kuliah ku sudah kelar. Sudah di wisuda dan meraih gelar sarjana sains kimia.

Aku dulu hanya meminta izin kepada kakak agar diperkenankan merantau. Ya, mencari kerja untuk membiayai kuliah adik kami, Edu.  Kami ingin kalau bisa diantara kami  ada yang meraih gelar sarjana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun