Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Cinta Sang "Khalilullah"

14 Agustus 2019   09:03 Diperbarui: 14 Agustus 2019   09:21 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak henti-hentinya mereka mengucap syukur atas berkah dan karunia dari Tuhannya. Tapi seiring berjalannya waktu, rasa cemburu muncul di hati Sarah. Dia meminta pada suaminya untuk menjauhi Hajar dan anaknya.

"Bukankah dulu kamu telah rela aku menikahi Hajar?" Sarah hanya diam membisu.

"Ketahuilah, rasa cintaku padamu tidak berkurang sedikit pun," kata Ibrahim mencoba menenangkan hati istrinya.

Tetapi rasa cemburu Sarah semakin memuncak. Dia sering menusuk daun telinga Hajar dengan duri pohon kurma hingga membekas dan sedikit berlubang. 

Ibrahim yang mengetahui hal itu segera mengambil bunga kurma kecil dan memasukkannya di bekas tusukan duri pada daun telinga Hajar. Mungkin sejak itulah awal mula manusia mengenal anting-anting.

Melihat kecemburuan istri yang begitu dicintainya, Ibrahim pun membawa Hajar dan anaknya pergi dari rumah. Ketika akan berangkat, Hajar mengenakan ikat pinggang untuk mengikat sebagian lagi pakaiannya agar terjuntai ke tanah dan menutupi jejak-jejak kakinya. Dialah manusia pertama yang membuat dan menggunakan ikat pinggang. Hajar tidak ingin kepergiannya diketahui oleh Sarah.

"Akan kemanakah kita pergi?" tanya Hajar.

"Ke suatu tempat yang aman di mana Sarah tidak akan merasa cemburu lagi," jawab Ibrahim.

Ibrahim kemudian membawa Hajar dan anaknya yang masih menyusu itu ke suatu lembah yang kering dan tandus dan menempatkan keduanya di dekat Baitullah negeri Mekah. Hajar terkejut saat mengetahui mereka berhenti di sana dan Ibrahim menurunkan tempat perbekalan yang hanya berisi sedikit kurma dan air.

"Mengapa kamu turunkan perbekalan kita? Di mana kita akan bernaung dari sengatan cahaya mentari di siang yang terik ini?"

Ibrahim hanya diam mendengar pertanyaan Hajar. Hatinya menangis. Dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh dan terlihat oleh Hajar. Dipandanginya keadaan sekelilingnya. Yang terlihat hanyalah hamparan gurun pasir yang kering dan tandus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun