Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Cinta Sang "Khalilullah"

14 Agustus 2019   09:03 Diperbarui: 14 Agustus 2019   09:21 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jauh masa sebelum penyembelihan itu terjadi ...

Seorang manusia mulia, kekasih Tuhannya dan selalu berada di jalan kebenaran. Dialah Ibrahim sang khalilullah. Dia senantiasa menyempurnakan janji dan taat pada Tuhannya. Ibrahim berhati lembut dan penyantun. Dia seorang ayah yang penyayang dan berperasaan sangat halus, seperti arti dari namanya ... Ibrahim, ayah yang penyayang.

"Tapi bagaimana aku bisa disebut sebagai seorang ayah jika diumur setua ini aku belum juga dikaruniai anak oleh Tuhanku," kata Ibrahim dalam kesendiriannya.

Perasaan gelisah itu selalu merantai hatinya. Hari-hari sepi hanya dilaluinya bersama Sarah, istri tercintanya. Sarah adalah wanita tercantik lahir dan batin di dunia setelah Hawa. 

Dia wanita terbaik pada zamannya yang diutus oleh Tuhan untuk menemani kahidupan Ibrahim. Tapi ujian itu begitu berat, mungkin aku pun tak akan sanggup menerimanya, karena hingga delapan puluh tahun lebih usia Ibrahim, mereka belum juga dikaruniai seorang putra pun.

Pikirku Tuhan telah bertindak tidak adil terhadap mereka karena mereka adalah orang-orang yang taat pada perintah Tuhannya. Mungkin itu bentuk lain dari kasih sayang yang diberikan oleh Tuhan pada mereka. 

Siapa yang tahu maksud dan kehendak Tuhan yang sebenarnya? Bahkan Ibrahim sang khalillulah pun tidak mengetahuinya. Dia tetap taat mengemban tugas dari Tuhannya untuk mengabarkan kebenaran.

Pernikahan mereka kembali diuji saat mereka harus hijrah dan menetap di Harran, dekat negeri Syam. Di sana mereka harus berhadapan dengan penguasa yang kejam dan doyan pada wanita cantik. 

Sang raja akan merebut wanita cantik tersebut bila telah bersuami dengan cara memaksa suaminya untuk bercerai. Jika wanita itu adalah saudara dari seseorang yang dia kenalnya maka akan ditinggalkannya. Ibrahim dan Sarah dipanggil ke istana sang raja.

"Jangan katakan kamu adalah istriku agar kamu selamat," bisik Ibrahim pada Sarah tanpa sepengetahuan sang raja.

"Siapa wanita yang bersamamu itu?" tanya sang raja.

"Sesungguhnya dia saudariku!" jawab Ibrahim.

Inilah kebohongan ketiga yang dilakukan Ibrahim sepanjang hidupnya dengan maksud untuk melindungi istrinya. Tetapi sang raja tetap membawa Sarah karena dia tidak mengenal Ibrahim. Sarah akan diperlakukan tidak senonoh. Tetapi Tuhan tetap melindungi dan menjaga kesucian Sarah. Sang raja dibuat takut dan tidak berdaya dihadapan Sarah.

"Pasti setan yang kau bawa kepadaku. Kembalikan wanita itu kepada Ibrahim dan beri dia seorang hamba sahaya!" kata sang raja pada pengawalnya.

Inilah berkah yang diberikan Tuhan yang tidak diketahui oleh Ibrahim. Hamba sahaya itu bernama Hajar, seorang budak hitam, tetapi kecantikannya tampak terpancar di wajahnya. Ia cerdas, berakhlak mulia, dan bermental kuat.

Sarah kembali hidup bahagia bersama Ibrahim. Tapi tanpa kehadiran seorang anak, kehidupan mereka masih terasa sepi. Ibrahim bersedih hati. Namun dia tetap sabar dan tidak henti-hentinya memohon kepada Tuhannya agar diberi seorang anak. Mendengar doa suaminya Sarah merasa terharu. Dia kemudian menawarkan pada suaminya untuk menikahi Hajar sebagai istri keduanya.

"Wahai suamiku, sesungguhnya Tuhan tidak memperkenankan aku melahirkan seorang anak, karenanya menikahlah dengan budakku ini, Hajar. Mudah-mudahan Tuhan mengaruniakan anak kepadamu melalui dirinya," kata Sarah. Pada awalnya Ibrahim tidak mau menuruti keinginan istri tercintanya.

"Bagaimana mungkin aku akan menduakan cinta kepadamu," kata Ibrahim memandang lembut istrinya, "tidakkah kamu akan merasa cemburu nantinya?" Sarah hanya menggelengkan kepalanya.

"Tapi aku ..." Ibrahim tak kuasa menahan haru atas pengorbanan istrinya. Tak terasa meleleh air mata lelaki penyayang dan berperasaan halus itu.

"Semoga Tuhan memberiku kesabaran dan ketetapan hati untuk melalui semua cobaan ini," kata Sarah dalam pelukan Ibrahim.

Akhirnya Ibrahim menikahi Hajar atas persetujuan Sarah. Tidak ada yang tahu bagaimana perasaan yang sesungguhnya dari wanita berhati baja ini. Sarah sanggup meredam rasa cemburunya. Dan kehidupan rumah tangga Ibrahim terasa tentram dan bahagia. Beberapa tahun kemudian Tuhan mengabulkan doa Ibrahim dan Sarah.

Pada usia kurang lebih delapan puluh enam tahun Ibrahim dikaruniai seorang anak laki-laki dari rahim Hajar. Betapa gembira hati Ibrahim beserta kedua istrinya. 

Tak henti-hentinya mereka mengucap syukur atas berkah dan karunia dari Tuhannya. Tapi seiring berjalannya waktu, rasa cemburu muncul di hati Sarah. Dia meminta pada suaminya untuk menjauhi Hajar dan anaknya.

"Bukankah dulu kamu telah rela aku menikahi Hajar?" Sarah hanya diam membisu.

"Ketahuilah, rasa cintaku padamu tidak berkurang sedikit pun," kata Ibrahim mencoba menenangkan hati istrinya.

Tetapi rasa cemburu Sarah semakin memuncak. Dia sering menusuk daun telinga Hajar dengan duri pohon kurma hingga membekas dan sedikit berlubang. 

Ibrahim yang mengetahui hal itu segera mengambil bunga kurma kecil dan memasukkannya di bekas tusukan duri pada daun telinga Hajar. Mungkin sejak itulah awal mula manusia mengenal anting-anting.

Melihat kecemburuan istri yang begitu dicintainya, Ibrahim pun membawa Hajar dan anaknya pergi dari rumah. Ketika akan berangkat, Hajar mengenakan ikat pinggang untuk mengikat sebagian lagi pakaiannya agar terjuntai ke tanah dan menutupi jejak-jejak kakinya. Dialah manusia pertama yang membuat dan menggunakan ikat pinggang. Hajar tidak ingin kepergiannya diketahui oleh Sarah.

"Akan kemanakah kita pergi?" tanya Hajar.

"Ke suatu tempat yang aman di mana Sarah tidak akan merasa cemburu lagi," jawab Ibrahim.

Ibrahim kemudian membawa Hajar dan anaknya yang masih menyusu itu ke suatu lembah yang kering dan tandus dan menempatkan keduanya di dekat Baitullah negeri Mekah. Hajar terkejut saat mengetahui mereka berhenti di sana dan Ibrahim menurunkan tempat perbekalan yang hanya berisi sedikit kurma dan air.

"Mengapa kamu turunkan perbekalan kita? Di mana kita akan bernaung dari sengatan cahaya mentari di siang yang terik ini?"

Ibrahim hanya diam mendengar pertanyaan Hajar. Hatinya menangis. Dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh dan terlihat oleh Hajar. Dipandanginya keadaan sekelilingnya. Yang terlihat hanyalah hamparan gurun pasir yang kering dan tandus.

"Benarkah tempat ini yang Engkau maksud, wahai Tuhanku?" tanya Ibrahim dalam hati sambil memandang ke langit.

"Apakah kita akan tinggal di sini, wahai suamiku?"

Ibrahim belum juga menjawabnya. Sejenak dia memandangi Hajar dan anak satu-satunya. Dibetulkannya kain penutup kepala anaknya kemudian Ibrahim membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi.

"Akan pergi ke manakah kamu?" tanya Hajar lagi sambil mengikuti langkah suaminya. Berkali-kali pertanyaan itu terlontar dari mulut Hajar tetapi Ibrahim tetap diam membisu.

"Kamu benar-benar akan pergi? Teganya kamu meninggalkan aku di tempat seperti ini?"

Ibrahim menghentikan langkahnya. Hatinya bagai disayat-sayat sembilu mendengar semua pertanyaan Hajar. Lelaki berhati lembut itu menangis dan melelehlah air matanya membasahi kedua pipi dan jenggotnya. Tetapi dia tetap diam dan tidak mau membalikkan tubuhnya. Sikap diamnya Ibrahim menyadarkan Hajar akan siapa lelaki yang ada di depannya itu.

"Apakah Tuhan telah menyuruhmu berbuat demikian?" tanya Hajar.

"Benar!" jawab Ibrahim singkat.

Mendengar jawaban itu Hajar diam dan tidak ingin bertanya lagi. Mereka saling diam. Mereka saling merelakan perasaannya dan menutup nasfu dunianya untuk sebuah ketaatan dan cinta yang lebih tinggi kepada Tuhannya.

"Jika demikian, Tuhan tidak akan menelantarkan aku dan anakku. Pergilah dan lanjutkan perjalananmu, wahai suamiku," kata Hajar kemudian kembali ke tempatnya semula. Sedangkan Ibrahim melangkah pergi kembali kepada Sarah.

Bertahun-tahun Ibrahim meninggalkan Hajar dan putranya di padang tandus tersebut untuk kembali mengemban tugas dari Tuhannya. Rasa rindu pada mereka mengantarkan Ibrahim untuk  kembali menengok Hajar dan anaknya. 

Tapi dia hanya boleh memandangnya dari kejauhan. Dan tempat itu telah berubah menjadi kampung kecil yang makmur. Mereka sudah mempunyai rumah, ternak kambing, dan sebuah telaga kecil. Hajar dan putranya menjadi orang yang dihormati di sana.

Pada kesempatan menengok yang kedua barulah Ibrahim boleh mendekat dan menemui Hajar tetapi tidak boleh turun dari ontanya. Delapan tahun mereka berpisah dan rindu itu sudah terlalu dalam. Perjumpaan yang tiba-tiba tanpa pemberitahuan ini membuat hati Hajar begitu gembira. Dia mempersilahkan Ibrahim turun dari ontanya.

"Aku sudah punya rumah. Ada daging, roti, dan air dari telaga zam-zam. Turun dan masuklah ke rumah kita, wahai suamiku," ajak Hajar sambil tersenyum gembira.

Tapi Ibrahim hanya diam saja meskipun berkali-kali Hajar mengajaknya untuk masuk ke dalam rumah.

"Apakah Tuhan telah menyuruhmu berbuat demikian?" tanya Hajar seperti dulu.

"Benar, wahai istriku. Aku diperintah menengokmu tapi tidak boleh turun dari ontaku ini," jawab Ibrahim.

"Bolehkah aku menyentuhmu, wahai suamiku? Sekedar membersihkan debu-debu yang menempel pada tubuh dan pakaianmu?"

"Mendekatlah padaku ..."

Hajar kemudian mengambil sedikit air dari telaga zam-zam untuk membersihkan tubuh Ibrahim yang masih di atas ontanya. Ibrahim begitu terharu atas sikap istrinya yang masih menyayanginya meskipun dulu ditinggalkannya di padang yang tandus dan sudah bertahun-tahun tidak berjumpa. Tak kuasa Ibrahim menahan air matanya. Dia kemudian membungkuk.

"Basuhlah wajahku dengan air zam-zam itu ..." kata Ibrahim dengan maksud agar air matanya jatuh bersama butiran-butiran air zam-zam dan tidak diketahui oleh istrinya.

Ibrahim tidak ingin Hajar menjadi lemah hatinya dan dia melanggar perintah Tuhan turun dari ontanya. Lelaki berhati lembut itu menunjukkan jati dirinya kembali. Ketaatan dan cintanya yang begitu tinggi pada Tuhannya dapat mengalahkan rasa cinta dan sayang pada istrinya.

Belum puas rindu itu terobati karena ada batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Ibrahim segera pergi melanjutkan perjalanannya untuk mengabarkan kebenaran dan memberi peringatan pada kaumnya. Beberapa tahun kemudian barulah Ibrahim bisa berkumpul kembali  bersama keluarganya di dekat Baitullah Mekah.

Ujian dan cobaan belumlah usai diterima oleh Ibrahim dan Hajar. Ketika sang anak menjelang dewasa bermimpilah Ibrahim menyembelih anaknya. Dia begitu terkejut dan ragu-ragu apakah itu perintah dari Tuhannya. Bagaimana mungkin dia akan membunuh anaknya sendiri yang telah lama dinanti-nanti hingga tumbuh dewasa.

Lama dia merenungkan mimpi itu hingga datang lagi mimpinya tiga kali berturut-turut. Ibrahim segera menyadari akan kebenaran mimpinya. Tapi dia tidak serta merta memaksakan perintah itu pada anaknya. Dengan bijak lelaki penyayang dan berhati lembut itu memanggil anaknya.

"Wahai Ismail, sesungguhnya aku telah bermimpi untuk menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu tentang mimpiku itu, anakku?"

"Ayah, aku yakin mimpi itu benar. Maka kerjakanlah perintah itu. Semoga aku termasuk orang-orang yang sabar dan berserah diri."

Lega perasaan dan hati Ibrahim mendengar jawaban dari anaknya meskipun masih ada sedikit rasa berat menggelayut di hatinya. Dan tumpahlah air mata dari lelaki agung ini saat membawa Ismail menuju tempat penyembelihannya. Dia harus merelakan sesuatu yang selama itu sangat diharapkan dan dicintainya.

Demikianlah Sang Khalilullah ... ketaatan dan cintanya yang begitu tinggi pada Tuhannya dapat mengalahkan segalanya. Tidak ada lagi tempat untuk bergantung. Tidak ada lagi tempat untuk berserah diri kecuali pada Alloh, Tuhan pemilik seluruh alam ini.

Solo.14.08.2019

*) Cerpen ini diadaptasi dari kisah nabi agung Ibrahim Alaihissalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun